{"title":"Flood Disaster in Semarang City from Colonial to Reformasi: A Review of its Management","authors":"E. Kurniawan, E. Suharini","doi":"10.15294/PARAMITA.V31I2.22879","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This article reveals Semarang City’s history, an extremely vulnerable area to floods and examines what the government has done to overcome this greatly chronic problem. Its default condition as a lowland city in direct contact with hilly areas and sea makes the potential for floods exhaustive. Thus, it is prone to pluvial, local, and coastal floods. Various policies carried out from the colonial era to the Semarang City government have so far not been able to control floods as expected. Countermeasures using non-structural methods through spatial planning and environmental law enforcement have yielded no specific results. Countermeasures with structural methods such as river normalization or the construction of flood control infrastructure become no more than a dull blade. For years, spatial planning policies have been implemented and many infrastructures have been built, but the threat of flooding is increasing and expanding. It is necessary to change the development paradigm adopted by the government so that it no longer boosts infrastructure and investment, then re-applies the memayu hayuning bawana philosophy.Artikel ini mengungkap sejarah Kota Semarang yang sangat rentan terhadap banjir dan mengkaji apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah yang sangat kronis ini. Kondisi bawaannya sebagai kota dataran rendah yang bersentuhan langsung dengan daerah perbukitan dan laut membuat potensi banjir sangat besar. Sehingga rawan terhadap banjir pluvial, lokal, dan pesisir. Berbagai kebijakan yang dilakukan sejak zaman penjajahan hingga pemerintah Kota Semarang selama ini belum mampu mengendalikan banjir seperti yang diharapkan. Penanggulangan dengan metode non-struktural melalui penataan ruang dan penegakan hukum lingkungan belum membuahkan hasil yang spesifik. Penanggulangan dengan metode struktural seperti normalisasi sungai atau pembangunan infrastruktur pengendalian banjir tidak lebih dari pisau tumpul. Selama bertahun-tahun, kebijakan penataan ruang telah diterapkan dan banyak infrastruktur telah dibangun, tetapi ancaman banjir semakin meningkat dan meluas. Perlu mengubah paradigma pembangunan yang dianut pemerintah agar tidak lagi menggenjot infrastruktur dan investasi, kemudian kembali menerapkan filosofi memayu hayuning bawana.","PeriodicalId":30724,"journal":{"name":"Paramita Historical Studies Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Paramita Historical Studies Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15294/PARAMITA.V31I2.22879","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
This article reveals Semarang City’s history, an extremely vulnerable area to floods and examines what the government has done to overcome this greatly chronic problem. Its default condition as a lowland city in direct contact with hilly areas and sea makes the potential for floods exhaustive. Thus, it is prone to pluvial, local, and coastal floods. Various policies carried out from the colonial era to the Semarang City government have so far not been able to control floods as expected. Countermeasures using non-structural methods through spatial planning and environmental law enforcement have yielded no specific results. Countermeasures with structural methods such as river normalization or the construction of flood control infrastructure become no more than a dull blade. For years, spatial planning policies have been implemented and many infrastructures have been built, but the threat of flooding is increasing and expanding. It is necessary to change the development paradigm adopted by the government so that it no longer boosts infrastructure and investment, then re-applies the memayu hayuning bawana philosophy.Artikel ini mengungkap sejarah Kota Semarang yang sangat rentan terhadap banjir dan mengkaji apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah yang sangat kronis ini. Kondisi bawaannya sebagai kota dataran rendah yang bersentuhan langsung dengan daerah perbukitan dan laut membuat potensi banjir sangat besar. Sehingga rawan terhadap banjir pluvial, lokal, dan pesisir. Berbagai kebijakan yang dilakukan sejak zaman penjajahan hingga pemerintah Kota Semarang selama ini belum mampu mengendalikan banjir seperti yang diharapkan. Penanggulangan dengan metode non-struktural melalui penataan ruang dan penegakan hukum lingkungan belum membuahkan hasil yang spesifik. Penanggulangan dengan metode struktural seperti normalisasi sungai atau pembangunan infrastruktur pengendalian banjir tidak lebih dari pisau tumpul. Selama bertahun-tahun, kebijakan penataan ruang telah diterapkan dan banyak infrastruktur telah dibangun, tetapi ancaman banjir semakin meningkat dan meluas. Perlu mengubah paradigma pembangunan yang dianut pemerintah agar tidak lagi menggenjot infrastruktur dan investasi, kemudian kembali menerapkan filosofi memayu hayuning bawana.
这篇文章揭示了三宝垄市的历史,一个极易受洪水影响的地区,并探讨了政府为克服这个严重的长期问题所做的工作。它的默认条件是一个低地城市,与丘陵地区和海洋直接接触,这使得洪水的可能性非常大。因此,它容易发生洪水、局部洪水和沿海洪水。从殖民时代到三宝垄市政府的各种政策至今未能像预期的那样控制洪水。通过空间规划和环境执法等非结构性方法采取的对策没有取得具体成果。采用结构方法的对策,如河流正常化或防洪基础设施建设,只不过是一把钝刀。多年来,空间规划政策得到了实施,许多基础设施得到了建设,但洪水的威胁正在增加和扩大。有必要改变政府采取的发展模式,不再推动基础设施和投资,然后重新应用memayu hayuning bawana哲学。阿蒂克尼尼蒙噶拉西贾拉哥打三宝郎,杨噶拉人,丹噶拉人,杨噶拉人,杨噶拉人,杨噶拉人,杨噶拉人,杨噶拉人,杨噶拉人。Kondisi bawaannya sebagai kota dataran rendah yang bersentuhan langsung dengan daerah perbukitan danlaut成员潜在的banjir sangat besar。sehinga rawan terhadap banjir雨,当地,丹总统。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Penanggulangan dengan方法,非结构性千层结构,penangangan runang, penangangan hukum, lingkungan belum, mebuahkan hasil yang。Penanggulangan dengan方法结构分离正常化,sungai atau penbangunan基础设施pengendalian banjir tidak lebih dari pisau tumpul。Selama bertahun-tahun, kebijakan penataan ruang telah diterapkan dan banyak基础设施,telah dibangan, tetapi anaman banjir semakin meningkat dan meluas。Perlu mengubah paradigm pembangunan yang dianut pemerintah agar tidak lagi menggenjot基础设施和投资,kemudian kembali menerapkan filosofi memayu hayuning bawana。