{"title":"The limits of religious freedom in Indonesia: with reference to the first pillar Ketuhanan Yang Maha Esa of Pancasila","authors":"A. Mu’ti, A. Burhani","doi":"10.18326/IJIMS.V9I1.111-134","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Surveys and researches have indicated various factors leading to or instigating the rise of religious intolerance in Indonesia after the Reformasi in 1998. This study, however, aims to see intolerance and discrimination as something embedded in Indonesian ideology, i.e. Pancasila, which seems to be lacking in previous studies, including the studies on the connection between Pancasila and discriminative regulations implemented is several districts and provinces in Indonesia. The questions dealt with in this paper are the following: Why did religious radical groups able to exert their influence to the government and moderate Muslim majority in treating minorities? What are, if any, the constitutional and legal limits of religious freedom in Indonesia? This paper aims to scrutinize constitutional and legal documents, including the first pillar of Pancasila, to find their shortcomings in protecting religious freedom. This paper argues that Pancasila has set Indonesia into religiously monotheistic state, which provided the government the necessary tool to force non-theistic, polytheistic, and non-monotheistic religions to modify their theological beliefs in order to be accepted as recognized or official religions. Pancasila also justifies the existence of favoritism to certain religions deemed fit to this ideology. Berbagai survei dan penelitian telah menunjukkan berbagai faktor yang menyebabkan atau memicu bangkitnya intoleransi beragama di Indonesia setelah Reformasi tahun 1998. Penelitian ini ingin melihat intoleransi dan diskriminasi sebagai sesuatu yang secara tak sadar tertanam dalam ideologi Indonesia, yaitu Pancasila. Tema ini tampaknya kurang menjadi perhatian dalam studi sebelumnya, termasuk studi tentang hubungan antara Pancasila dan peraturan diskriminatif yang diterapkan di beberapa kabupaten dan provinsi di Indonesia. Pertanyaan yang dibahas dalam artikel ini diantaranya adalah: Mengapa kelompok-kelompok radikal keagamaan dapat mempengaruhi pemerintah dan mayoritas umat Muslim yang moderat dalam bersikap terhadap kelompok minoritas? Apa, jika ada, batasan konstitusional dan legal kebebasan beragama di Indonesia? Artikel ini bertujuan untuk meneliti dokumen dokumen konstitusional dan hukum, termasuk pilar pertama Pancasila, untuk menemukan kekurangan dalam melindungi kebebasan beragama. Artikel ini berargumen bahwa Pancasila telah menetapkan Indonesia menjadi negara monoteistik religius, yang memberikan pemerintah piranti yang diperlukan untuk memaksa agama-agama non-teistik, politeistis, dan non-monoteistik untuk memodifikasi keyakinan teologis mereka agar diterima sebagai agama yang diakui atau resmi. Pancasila juga membenarkan keberadaan favoritisme untuk agama-agama tertentu yang dianggap cocok dengan ideologi ini.","PeriodicalId":42170,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.6000,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"19","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.18326/IJIMS.V9I1.111-134","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"0","JCRName":"RELIGION","Score":null,"Total":0}
引用次数: 19
Abstract
Surveys and researches have indicated various factors leading to or instigating the rise of religious intolerance in Indonesia after the Reformasi in 1998. This study, however, aims to see intolerance and discrimination as something embedded in Indonesian ideology, i.e. Pancasila, which seems to be lacking in previous studies, including the studies on the connection between Pancasila and discriminative regulations implemented is several districts and provinces in Indonesia. The questions dealt with in this paper are the following: Why did religious radical groups able to exert their influence to the government and moderate Muslim majority in treating minorities? What are, if any, the constitutional and legal limits of religious freedom in Indonesia? This paper aims to scrutinize constitutional and legal documents, including the first pillar of Pancasila, to find their shortcomings in protecting religious freedom. This paper argues that Pancasila has set Indonesia into religiously monotheistic state, which provided the government the necessary tool to force non-theistic, polytheistic, and non-monotheistic religions to modify their theological beliefs in order to be accepted as recognized or official religions. Pancasila also justifies the existence of favoritism to certain religions deemed fit to this ideology. Berbagai survei dan penelitian telah menunjukkan berbagai faktor yang menyebabkan atau memicu bangkitnya intoleransi beragama di Indonesia setelah Reformasi tahun 1998. Penelitian ini ingin melihat intoleransi dan diskriminasi sebagai sesuatu yang secara tak sadar tertanam dalam ideologi Indonesia, yaitu Pancasila. Tema ini tampaknya kurang menjadi perhatian dalam studi sebelumnya, termasuk studi tentang hubungan antara Pancasila dan peraturan diskriminatif yang diterapkan di beberapa kabupaten dan provinsi di Indonesia. Pertanyaan yang dibahas dalam artikel ini diantaranya adalah: Mengapa kelompok-kelompok radikal keagamaan dapat mempengaruhi pemerintah dan mayoritas umat Muslim yang moderat dalam bersikap terhadap kelompok minoritas? Apa, jika ada, batasan konstitusional dan legal kebebasan beragama di Indonesia? Artikel ini bertujuan untuk meneliti dokumen dokumen konstitusional dan hukum, termasuk pilar pertama Pancasila, untuk menemukan kekurangan dalam melindungi kebebasan beragama. Artikel ini berargumen bahwa Pancasila telah menetapkan Indonesia menjadi negara monoteistik religius, yang memberikan pemerintah piranti yang diperlukan untuk memaksa agama-agama non-teistik, politeistis, dan non-monoteistik untuk memodifikasi keyakinan teologis mereka agar diterima sebagai agama yang diakui atau resmi. Pancasila juga membenarkan keberadaan favoritisme untuk agama-agama tertentu yang dianggap cocok dengan ideologi ini.
调查和研究表明,各种因素导致或煽动了1998年改革后印度尼西亚宗教不容忍现象的增加。然而,本研究旨在将不容忍和歧视视为根植于印度尼西亚意识形态中的东西,即Pancasila,这在以往的研究中似乎是缺乏的,包括对Pancasila与印度尼西亚几个地区和省份实施的歧视性法规之间关系的研究。本文研究的问题是:为什么宗教激进团体能够对政府和温和的穆斯林多数派在对待少数民族方面施加影响?如果有的话,印尼宪法和法律对宗教自由有什么限制?本文旨在审视宪法和法律文件,包括Pancasila的第一支柱,以发现其在保护宗教自由方面的不足。本文认为,潘卡西拉将印尼变成了宗教上的一神国家,这为政府提供了必要的工具,迫使非一神宗教、多神宗教和非一神宗教修改其神学信仰,以被接受为公认或官方宗教。潘卡西拉也为某些被认为适合这种意识形态的宗教偏袒的存在辩护。berbagi调查,dan penelitian, telah, menunjukkan, berbagi因子,yang, menyebaban, menujii, berbagi因子,berbagi因子,berbagi因子,menyebaban因子,memu, bangkitnya, beragama,印度尼西亚,setelah, Reformasi, 1998。Penelitian iningin meliat不容忍,但不容忍,但不容忍,但不容忍,不容忍,不容忍,不容忍,不容忍。Tema ini tampaknya kurang menjadi perhatian dalam studi sebelumnya, termasuk studi tentenang hubungan antara Pancasila dan peraturan disriminmini yang diterapkan di beberapa kabupten dan provinsi di Indonesia。这句话的意思是:“孟嘎巴kelompok-kelompok激进的keagamaan dapat mempengaruhi peremintah dan mayoritas umat穆斯林yang moderat dalam bersikap terhadap kelompok少数民族”。印尼的宪法和法律是什么?Artikel ini bertujuan untuk meneliti dokumen dokumen constitution dan hukum, termasuk pilar perama Pancasila, untuk menemukan kekurangan dalam melindungi kebebasan beragama。Artikel ini berargumen bahwa Pancasila telah menetapkan Indonesia menjadi negara monoteistik religius, yang memberikan peremintah piranti yang diperlukan untuk memaksa agama-agama non-teistik, poliisttis, dan nonmonotetik untuk memodifikasi keyakinan technologis mereka agar diterima sebagai agama yang diakui atau resmi。Pancasila juga成员,arkan keberadaan最喜欢的untuk agama-agama tertenu yang dianggap, coco dengan意识形态。
期刊介绍:
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies (IJIMS): This journal should coverage Islam both as a textual tradition with its own historical integrity and as a social reality which was dynamic and constantly changing. The journal also aims at bridging the gap between the textual and contextual approaches to Islamic Studies; and solving the dichotomy between ‘orthodox’ and ‘heterodox’ Islam. So, the journal invites the intersection of several disciplines and scholars. In other words, its contributors borrowed from a range of disciplines, including the humanities and social sciences.