{"title":"KONSEP INTERGENERATIONAL DAN GEROTRANSCENDENCE PADA PERANCANGAN TEMPAT KETIGA BAGI LANSIA PENSIUNAN DI JAKARTA","authors":"Qimberly Yonata Johan, Olga Nauli Komala","doi":"10.24912/stupa.v5i2.24228","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The daily differences between workers and the elderly make it difficult for a retiree to adapt. This can cause the elderly to feel isolated and become stressed. The aging process which has an impact on the physical and psychological condition of an elderly person is also a limitation for the retired elderly to be able to carry out productive activities. Because of these conditions, the elderly are often considered vulnerable and weak, when in fact there are still many elderly who are able and want to do activities productively. The elderly themselves still have social responsibilities towards other generations, whereas an elderly person should guide the next generation based on the experiences they have. Therefore, currently we need a place for the elderly to retire in urban areas to be able to carry out their activities productively and carry out their role as the person in charge of intergeneration. This study uses a qualitative approach, which is obtained based on literacy of urban elderly, intergenerational, and third place architecture, observations and interviews of retired elderly in the Jabodetabek area. The findings obtained are in the form of the role of the elderly in the social life of the community as a syntonist between generations which makes people's lives harmonious. This role makes the elderly have a response in the form of caring or generativity towards the next generation. The existence of an important responsibility towards society makes the elderly feel gerotranscendence, where they can see the aging process as something positive. In daily life, the space used by the elderly is also inaccurate due to collapsed places. This causes adjustments to their own third places. Thus, the resulting program design will have spatial and spatial proximity between the first, second, and third places. Keywords: elderly; generativity; gerotranscendence; intergenerational; third place Abstrak Perbedaan keseharian yang dimiliki oleh seorang pekerja dan lansia mengakibatkan seorang pensiunan terkadang sulit untuk dapat beradaptasi. Hal ini dapat menyebabkan lansia merasa terisolasi dan menjadi stress. Proses penuaan yang berdampak pada kondisi fisik dan psikis seorang lansia juga menjadi sebuah keterbatasan bagi lansia pensiunan untuk dapat beraktivitas secara produktif. Karena kondisi tersebut, sering kali lansia dianggap rentan dan lemah, padahal nyatanya masih banyak lansia yang mampu dan ingin beraktivitas secara produktif. Lansia sendiri masih memiliki tanggung jawab secara sosial terhadap generasi lainnya, dimana seorang lansia harusnya membimbing generasi selanjutnya berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Maka dari itu, saat ini diperlukan sebuah wadah bagi lansia pensiun di area urban untuk dapat beraktivitas secara produktif dan menjalankan perannya sebagai penanggung jawab dari intergenerasi. Penelitian ini menggunakan pendakatan secara kualitatif, yang diperoleh berdasarkan literasi terhadap lansia urban, intergenerasi, dan arsitektur third place, observasi serta wawancara terhadap lansia pensiun di area Jabodetabek. Temuan yang didapatkan berupa peran lansia dalam kehidupan sosial masyarakat sebagai sintonis antar generasi yang membuat kehidupan masyarakat menjadi harmonis. Peran ini membuat lansia memiliki respons berupa kepedulian atau generativity terhadap generasi selanjutnya. Adanya tanggung jawab yang penting terhadap masyarakat membuat lansia merasakan gerotranscendence, di mana mereka dapat melihat proses penuaan sebagai sesuatu yang positif. Dalam kesehariannya, ruang yang digunakan oleh lansia juga sudah tidak akurat karena terjadi collapsed places. Hal ini menyebabkan harus adanya penyesuaian terhadap third places mereka sendiri. Dengan demikian, rancangan program yang dihasilkan akan memiliki kedekatan ruang dan tempat antara tempat pertama, kedua, dan ketiga.","PeriodicalId":129877,"journal":{"name":"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24912/stupa.v5i2.24228","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
The daily differences between workers and the elderly make it difficult for a retiree to adapt. This can cause the elderly to feel isolated and become stressed. The aging process which has an impact on the physical and psychological condition of an elderly person is also a limitation for the retired elderly to be able to carry out productive activities. Because of these conditions, the elderly are often considered vulnerable and weak, when in fact there are still many elderly who are able and want to do activities productively. The elderly themselves still have social responsibilities towards other generations, whereas an elderly person should guide the next generation based on the experiences they have. Therefore, currently we need a place for the elderly to retire in urban areas to be able to carry out their activities productively and carry out their role as the person in charge of intergeneration. This study uses a qualitative approach, which is obtained based on literacy of urban elderly, intergenerational, and third place architecture, observations and interviews of retired elderly in the Jabodetabek area. The findings obtained are in the form of the role of the elderly in the social life of the community as a syntonist between generations which makes people's lives harmonious. This role makes the elderly have a response in the form of caring or generativity towards the next generation. The existence of an important responsibility towards society makes the elderly feel gerotranscendence, where they can see the aging process as something positive. In daily life, the space used by the elderly is also inaccurate due to collapsed places. This causes adjustments to their own third places. Thus, the resulting program design will have spatial and spatial proximity between the first, second, and third places. Keywords: elderly; generativity; gerotranscendence; intergenerational; third place Abstrak Perbedaan keseharian yang dimiliki oleh seorang pekerja dan lansia mengakibatkan seorang pensiunan terkadang sulit untuk dapat beradaptasi. Hal ini dapat menyebabkan lansia merasa terisolasi dan menjadi stress. Proses penuaan yang berdampak pada kondisi fisik dan psikis seorang lansia juga menjadi sebuah keterbatasan bagi lansia pensiunan untuk dapat beraktivitas secara produktif. Karena kondisi tersebut, sering kali lansia dianggap rentan dan lemah, padahal nyatanya masih banyak lansia yang mampu dan ingin beraktivitas secara produktif. Lansia sendiri masih memiliki tanggung jawab secara sosial terhadap generasi lainnya, dimana seorang lansia harusnya membimbing generasi selanjutnya berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Maka dari itu, saat ini diperlukan sebuah wadah bagi lansia pensiun di area urban untuk dapat beraktivitas secara produktif dan menjalankan perannya sebagai penanggung jawab dari intergenerasi. Penelitian ini menggunakan pendakatan secara kualitatif, yang diperoleh berdasarkan literasi terhadap lansia urban, intergenerasi, dan arsitektur third place, observasi serta wawancara terhadap lansia pensiun di area Jabodetabek. Temuan yang didapatkan berupa peran lansia dalam kehidupan sosial masyarakat sebagai sintonis antar generasi yang membuat kehidupan masyarakat menjadi harmonis. Peran ini membuat lansia memiliki respons berupa kepedulian atau generativity terhadap generasi selanjutnya. Adanya tanggung jawab yang penting terhadap masyarakat membuat lansia merasakan gerotranscendence, di mana mereka dapat melihat proses penuaan sebagai sesuatu yang positif. Dalam kesehariannya, ruang yang digunakan oleh lansia juga sudah tidak akurat karena terjadi collapsed places. Hal ini menyebabkan harus adanya penyesuaian terhadap third places mereka sendiri. Dengan demikian, rancangan program yang dihasilkan akan memiliki kedekatan ruang dan tempat antara tempat pertama, kedua, dan ketiga.