Teknik Anestesia Epidural Dalam Operasi Herniotomi pada Pasien Atrial Septal Defect dengan Hipertensi Pulmonal

Christine Christine, Adinda Putra Pradhana, Dewa Ayu Putu Satrya Dewi
{"title":"Teknik Anestesia Epidural Dalam Operasi Herniotomi pada Pasien Atrial Septal Defect dengan Hipertensi Pulmonal","authors":"Christine Christine, Adinda Putra Pradhana, Dewa Ayu Putu Satrya Dewi","doi":"10.14710/jai.v0i0.57760","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Latar Belakang: Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung asianotik yang paling sering terjadi, sekitar 10% dari pasien dewasa dengan kelainan jantung kongenital. Atrial septal defect (ASD) di klasifikasikan menjadi 4 tipe berdasarkan bagian atrium septum yang gagal terbentuk, yaitu ostium sekundum (85%), ostium primum (10%), sinus venosus (5%) dan defek koronari sinus (jarang).Kasus: Laki laki usia 55 tahun dengan kasus hernia inguinalis lateralis dekstra reponible dengan ASD dan hipertensi pulmonal derajat sedang. Pasien dilakukan insersi epidural kateter di L4-L5 setelah di konfirmasi dengan loss of resistance dengan saline dan test dose. Regimen epidural yang diberikan bupivacaine 0,25% + lidocaine 1% volume 10 mL. Intraoperatif diberikan titrasi norepinephrine dengan dosis titrasi 0,15-0,3 mcg/kgBB/menit dan tirasi dobutamine 2,5-5 mcg/kgBB/menit. Pengobatan postoperatif analgesia pengobatan epidural bupivacaine 0,0625% + morfin 0,5 mg volume 10 mL tiap 12 jam, dan parasetamol 500 mg tiap 6 jam tablet untuk obat analgesia.Pembahasan: Teknik anestesi epidural dipilih karena memiliki onset yang lebih lama dan hemodinamik variasi yang lebih kurang dibandingkan dengan teknik anestesi spinal atau kombinasi teknik spinal-epidural. Sedangkan teknik general anestesi tidak dipilih karena berisiko terhadap resistensi vaskular pulmonal dan dapat mengubah arah shunting. Prinsip dari penanganan ASD adalah untuk mempertahankan cardiac output dan menghindari adanya penurunan dari resistensi sistemik vaskular. Mempertahankan resistensi sistemik vaskular berdsarkan dengan mean arterial pressure sehingga menghindari adanya perubahan arah shunt.Kesimpulan: Pada laporan kasus ini dapat kami simpulkan bahwa teknik anestesi epidural dapat diterapkan secara aman pada kasus herniotomi dengan komorbid ASD dengan hiperetensi pulmonal.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"6 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.57760","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Latar Belakang: Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung asianotik yang paling sering terjadi, sekitar 10% dari pasien dewasa dengan kelainan jantung kongenital. Atrial septal defect (ASD) di klasifikasikan menjadi 4 tipe berdasarkan bagian atrium septum yang gagal terbentuk, yaitu ostium sekundum (85%), ostium primum (10%), sinus venosus (5%) dan defek koronari sinus (jarang).Kasus: Laki laki usia 55 tahun dengan kasus hernia inguinalis lateralis dekstra reponible dengan ASD dan hipertensi pulmonal derajat sedang. Pasien dilakukan insersi epidural kateter di L4-L5 setelah di konfirmasi dengan loss of resistance dengan saline dan test dose. Regimen epidural yang diberikan bupivacaine 0,25% + lidocaine 1% volume 10 mL. Intraoperatif diberikan titrasi norepinephrine dengan dosis titrasi 0,15-0,3 mcg/kgBB/menit dan tirasi dobutamine 2,5-5 mcg/kgBB/menit. Pengobatan postoperatif analgesia pengobatan epidural bupivacaine 0,0625% + morfin 0,5 mg volume 10 mL tiap 12 jam, dan parasetamol 500 mg tiap 6 jam tablet untuk obat analgesia.Pembahasan: Teknik anestesi epidural dipilih karena memiliki onset yang lebih lama dan hemodinamik variasi yang lebih kurang dibandingkan dengan teknik anestesi spinal atau kombinasi teknik spinal-epidural. Sedangkan teknik general anestesi tidak dipilih karena berisiko terhadap resistensi vaskular pulmonal dan dapat mengubah arah shunting. Prinsip dari penanganan ASD adalah untuk mempertahankan cardiac output dan menghindari adanya penurunan dari resistensi sistemik vaskular. Mempertahankan resistensi sistemik vaskular berdsarkan dengan mean arterial pressure sehingga menghindari adanya perubahan arah shunt.Kesimpulan: Pada laporan kasus ini dapat kami simpulkan bahwa teknik anestesi epidural dapat diterapkan secara aman pada kasus herniotomi dengan komorbid ASD dengan hiperetensi pulmonal.
硬膜外麻醉技术在肺动脉高压房室隔缺损患者疝切除手术中的应用
背景:房间隔缺损(ASD)是最常见的先天性心脏缺损,约占成年先天性心脏缺损患者的10%。根据心房间隔缺损(ASD)未能形成的部位,可将其分为四种类型,即 "次房间隔缺损"(ostium secundum,85%)、"前房间隔缺损"(ostium primum,10%)、"静脉窦缺损"(sinus venosus,5%)和 "冠状窦缺损"(coronary sinus defect,罕见):病例:一名 55 岁男性,患有可复性腹股沟外侧疝伴 ASD 和中度肺动脉高压。在使用生理盐水和试验剂量确认阻力消失后,患者接受了在 L4-L5 处插入硬膜外导管的手术。术中给予去甲肾上腺素滴定,滴定剂量为 0.15-0.3 mcg/kgBB/min,多巴酚丁胺滴定剂量为 2.5-5 mcg/kgBB/min。术后镇痛采用硬膜外布比卡因0.0625%+吗啡0.5毫克容量10毫升,每12小时一次,以及扑热息痛片500毫克,每6小时一次:之所以选择硬膜外麻醉技术,是因为与脊髓麻醉技术或脊髓-硬膜外联合麻醉技术相比,硬膜外麻醉技术起效时间更长,血流动力学变化更小。由于存在肺血管阻力的风险,且可能改变分流方向,因此没有选择全身麻醉技术。ASD 管理的原则是维持心输出量,避免全身血管阻力下降。根据平均动脉压维持全身血管阻力可避免改变分流方向:通过本病例报告,我们可以得出结论,硬膜外麻醉技术可以安全地应用于合并有肺动脉高压的 ASD 的疝切除术病例。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信