{"title":"Audit Dana Adat Upacara Rambu Solo","authors":"Muslim Muslim","doi":"10.33395/owner.v8i1.2156","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pelaksanaan upacara adat rambu solo' (upacara pemakaman) di Tana Toraja dianggap sebagai sarana untuk melestarikan budaya leluhur. Pelaksanaannya membutuhkan niat yang tulus untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip sakral dari upacara tersebut. Namun, upacara adat rambu solo kini tidak hanya dianggap sebagai cara untuk melestarikan budaya leluhur, tetapi juga sebagai sarana untuk menunjukkan status sosial seseorang. Fenomena yang ada adalah tantangan untuk menilai akuntabilitas upacara tradisional karena meningkatnya jumlah anggota kelas menengah ke atas. Individu, dalam upaya untuk menunjukkan status sosial modern mereka, dapat melampaui batas-batas yang ditentukan dari stratifikasi sosial mereka ketika menyelenggarakan upacara tersebut. Pelanggaran ini merusak kesucian upacara tradisional dan mengganggu tatanan sosial yang sudah mapan. Oleh karena itu, patut dipertanyakan apakah pelaksanaan upacara adat masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhur atau justru menjadi ajang pamer hedonisme sosial. Dalam peradaban Tana Toraja, terdapat empat kelas sosial yang berbeda: kelas bangsawan tinggi (tana' bulaan), kelas bangsawan menengah (tana bassi), kelas orang merdeka (tana karurung), dan kelas budak (tana' kua-kua). Penelitian ini menggunakan metode penelitian fenomenologi untuk menilai keselarasan antara dana yang dialokasikan dan peraturan yang mengatur pelaksanaan upacara adat dengan hirarki sosial adat yang ada. Proses penelitian ini melibatkan beberapa tahapan, termasuk identifikasi, pemeriksaan, perbandingan, penyesuaian, deskripsi, dan kesimpulan dari tingkat akuntabilitas yang ditunjukkan oleh individu-individu yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan upacara adat terhadap nilai-nilai budaya tradisional yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Tana Toraja. Penelitian ini menyelidiki proses pelaksanaan audit dana adat untuk menentukan apakah terdapat kesesuaian atau penyimpangan antara dana yang dikeluarkan oleh individu atau organisasi dalam merencanakan sebuah acara adat dengan nilai-nilai budaya adat masyarakat Tana Toraja.","PeriodicalId":124624,"journal":{"name":"Owner","volume":"48 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Owner","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33395/owner.v8i1.2156","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Pelaksanaan upacara adat rambu solo' (upacara pemakaman) di Tana Toraja dianggap sebagai sarana untuk melestarikan budaya leluhur. Pelaksanaannya membutuhkan niat yang tulus untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip sakral dari upacara tersebut. Namun, upacara adat rambu solo kini tidak hanya dianggap sebagai cara untuk melestarikan budaya leluhur, tetapi juga sebagai sarana untuk menunjukkan status sosial seseorang. Fenomena yang ada adalah tantangan untuk menilai akuntabilitas upacara tradisional karena meningkatnya jumlah anggota kelas menengah ke atas. Individu, dalam upaya untuk menunjukkan status sosial modern mereka, dapat melampaui batas-batas yang ditentukan dari stratifikasi sosial mereka ketika menyelenggarakan upacara tersebut. Pelanggaran ini merusak kesucian upacara tradisional dan mengganggu tatanan sosial yang sudah mapan. Oleh karena itu, patut dipertanyakan apakah pelaksanaan upacara adat masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhur atau justru menjadi ajang pamer hedonisme sosial. Dalam peradaban Tana Toraja, terdapat empat kelas sosial yang berbeda: kelas bangsawan tinggi (tana' bulaan), kelas bangsawan menengah (tana bassi), kelas orang merdeka (tana karurung), dan kelas budak (tana' kua-kua). Penelitian ini menggunakan metode penelitian fenomenologi untuk menilai keselarasan antara dana yang dialokasikan dan peraturan yang mengatur pelaksanaan upacara adat dengan hirarki sosial adat yang ada. Proses penelitian ini melibatkan beberapa tahapan, termasuk identifikasi, pemeriksaan, perbandingan, penyesuaian, deskripsi, dan kesimpulan dari tingkat akuntabilitas yang ditunjukkan oleh individu-individu yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan upacara adat terhadap nilai-nilai budaya tradisional yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Tana Toraja. Penelitian ini menyelidiki proses pelaksanaan audit dana adat untuk menentukan apakah terdapat kesesuaian atau penyimpangan antara dana yang dikeluarkan oleh individu atau organisasi dalam merencanakan sebuah acara adat dengan nilai-nilai budaya adat masyarakat Tana Toraja.