{"title":"“Jika Ditampar Pipi Kanan, Beri Pipi Kiri”: Pacifisme Kristen sebagai Wujud Iman dalam Pendamaian (Reconciliation) dan Perdamaian (Peace)","authors":"Sry Novita Tondang","doi":"10.52157/me.v12i2.203","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Perlawanan tanpa kekerasan sering dikaitkan dengan istilah pacifisme. Istilah pacifisme berasal dari bahasa Latin yaitu paci- yang berarti “perdamaian” dan –ficus yang berarti “membuat”. Pacifisme adalah komitmen terhadap pengusahaan perdamaian. Namun, karena banyaknya variasi makna dari istilah “perdamaian” itu sendiri, pacifisme didefinisikan secara sederhana sebagai “ideologi anti-perang” atau sebagai komitmen terhadap “anti-kekerasan”. Dalam kaitan dengan melawan kekerasan, pacifisme dalam hal ini mencakup pandangan tentang penolakan akan kekerasan dan penggunaan kekerasan dalam keadaan apapun. Penolakan akan kekerasan ini sendiri bukan berarti sikap diam atau pasif menerima kekerasan tanpa perlawanan (non resistance), tetapi bertindak tanpa kekerasan (non violence).[1] Dalam tulisan ini akan ditinjau bagaimana pacifisme Kristen yang bepusat pada Yesus Kristus berpengaruh terhadap adanya perdamaian. Pacifisme dalam kekristenan sejatinya adalah suatu bentuk perlawananan terhadap kesenjangan, ketidakadilan dan mengupayakan agar kedamaian dan kesejahteraan hadir di setiap bidang kehidupan. Sebagaimana manusia berdosa yang telah dahulu mengalami pendamaian atau reconciliation dari Yesus Kristus, demikianlah hendaknya hal tersebut disadari sebagai wujud iman umat Kristen sebagai pembawa perdamaian di kehidupannya. Oleh karena itu hidup tanpa kekerasan merupakan suatu tindakan agar tidak muncul kekerasan-kekerasan selanjutnya yang dapat merusak kerukunan umat beragama. Dengan pilihan jalan tanpa kekerasan, berarti bukan mengandalkan senjata dan manipulasi politik sesaat, melainkan justru dengan kerelaan untuk membungkus senjata, mengandalkan diri pada budi luhur, dan kebijaksaan yang membawa pembebasan struktural maupun personal, sebagai upaya untuk menegakkan nilai-nilai warga dunia yaitu kemerdekaan, kesaudaraan, keadilan sosial dan kerakyatan.
 
 [1] Yussar Yanto, Menghadapi Kekerasan dengan Nir-Kekerasan” ,dalam Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab Tentang Nir-Kekerasan Vol 2, Redaksi PT. BPK-Gunung Mulia, 43.","PeriodicalId":489184,"journal":{"name":"Missio Ecclesiae: Jurnal Institut Injil Indonesia Malang","volume":"26 6","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Missio Ecclesiae: Jurnal Institut Injil Indonesia Malang","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.52157/me.v12i2.203","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Perlawanan tanpa kekerasan sering dikaitkan dengan istilah pacifisme. Istilah pacifisme berasal dari bahasa Latin yaitu paci- yang berarti “perdamaian” dan –ficus yang berarti “membuat”. Pacifisme adalah komitmen terhadap pengusahaan perdamaian. Namun, karena banyaknya variasi makna dari istilah “perdamaian” itu sendiri, pacifisme didefinisikan secara sederhana sebagai “ideologi anti-perang” atau sebagai komitmen terhadap “anti-kekerasan”. Dalam kaitan dengan melawan kekerasan, pacifisme dalam hal ini mencakup pandangan tentang penolakan akan kekerasan dan penggunaan kekerasan dalam keadaan apapun. Penolakan akan kekerasan ini sendiri bukan berarti sikap diam atau pasif menerima kekerasan tanpa perlawanan (non resistance), tetapi bertindak tanpa kekerasan (non violence).[1] Dalam tulisan ini akan ditinjau bagaimana pacifisme Kristen yang bepusat pada Yesus Kristus berpengaruh terhadap adanya perdamaian. Pacifisme dalam kekristenan sejatinya adalah suatu bentuk perlawananan terhadap kesenjangan, ketidakadilan dan mengupayakan agar kedamaian dan kesejahteraan hadir di setiap bidang kehidupan. Sebagaimana manusia berdosa yang telah dahulu mengalami pendamaian atau reconciliation dari Yesus Kristus, demikianlah hendaknya hal tersebut disadari sebagai wujud iman umat Kristen sebagai pembawa perdamaian di kehidupannya. Oleh karena itu hidup tanpa kekerasan merupakan suatu tindakan agar tidak muncul kekerasan-kekerasan selanjutnya yang dapat merusak kerukunan umat beragama. Dengan pilihan jalan tanpa kekerasan, berarti bukan mengandalkan senjata dan manipulasi politik sesaat, melainkan justru dengan kerelaan untuk membungkus senjata, mengandalkan diri pada budi luhur, dan kebijaksaan yang membawa pembebasan struktural maupun personal, sebagai upaya untuk menegakkan nilai-nilai warga dunia yaitu kemerdekaan, kesaudaraan, keadilan sosial dan kerakyatan.
[1] Yussar Yanto, Menghadapi Kekerasan dengan Nir-Kekerasan” ,dalam Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab Tentang Nir-Kekerasan Vol 2, Redaksi PT. BPK-Gunung Mulia, 43.