{"title":"DAKWAH DI MASA SULTAN MUHAMMAD AL-FATIH DINASTI TURKI USTMANI (Kajian Korelasi Ulama dan Umaro pada Masa Kepemimpinannya)","authors":"Moh Syahri Sauma","doi":"10.61088/annida.v11i2.560","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":" \nSosok Sultan Muhammad II adalah seorang Khilafah Utsmaniyah, memerintah hampir selama tiga puluh tahun yang diwarnai dengan kemuliaan dan kebaikan bagi kaum muslimin. Ia memiliki amanah menjadi Sultan Utsmani setelah menggantikan ayahnya, Muhammad I yang telah wafat pada tanggal 16 Muharram 855 H, bertepatan dengan 18 Februari 1451 M. Ketika itu Muhammad II masih menginjak umur 22 tahun. \nSejak masa kecilnya memiliki keunggulan dalam menyerap dan menangkap ilmu pengetahuan. Ia memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bidang Bahasa, serta memiliki kecenderungan besar terhadap buku-buku sejarah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok seorang pemimpin pasukan muslimin yang memiliki keahlian urusan manajemen, administrasi negara, penguasaan medan dan ahli strategi perang. Keunggulan akhlaknya terhadap Syariat Islam membuatnya memiliki sikap bijaksana, pemberani, suka memberi, dan rela berkorban, demi membela akidah dan syariat. Semua itu dilakukan dengan mengharapkan pahala dari Allah. \nPada sistem kepemimpinan yang diterapkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dulu, memajukan negaranya, beliau membuat berbagai macam uandang-undang, sehingga ia mampu mengatur masalah-masalah administrasi lokal didalam negerinya. Undang-undang itu bersumber dari syariat yang bijaksana, Sultan membentuk panitia yang terdiri dari ulama pilihan untuk membimbing pembuatan undang-undang yang disebut Qabun Namah, yang bersumber dari syariat Islam yang mulia. Dia menjadikannya sebagai dasar negaranya. \nDalam bidang dakwah adalah sistem dakwah yang beliu terapkan, seperti dakwah lewat kekuasaan, Sultan Muhammad Al-Fatih selaku da’i atau pemimpin dalam ekspedisi pengepungan Kota Konstantinopel mempunyai kendali penuh untuk meramu srategi-strategi dakwah yang akan dilancarkan, salah satunya melalui kekuasaan yang ia pegang. Kemudian dakwah Sultan Muhammad Al-Fatih selanjutnya yaitu dengan Mau’izzah Hasanah atau kita kenal dengan nasihat-nasihat yang baik, Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyadari bahwa selain ia harus menempa dirinya sebagai sebaik-baiknya pemimpin, ia pun harus menjadikan pasukannya sebaik-baiknya pasukan.","PeriodicalId":123362,"journal":{"name":"An-Nida' : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam","volume":"152 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"An-Nida' : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.61088/annida.v11i2.560","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Sosok Sultan Muhammad II adalah seorang Khilafah Utsmaniyah, memerintah hampir selama tiga puluh tahun yang diwarnai dengan kemuliaan dan kebaikan bagi kaum muslimin. Ia memiliki amanah menjadi Sultan Utsmani setelah menggantikan ayahnya, Muhammad I yang telah wafat pada tanggal 16 Muharram 855 H, bertepatan dengan 18 Februari 1451 M. Ketika itu Muhammad II masih menginjak umur 22 tahun.
Sejak masa kecilnya memiliki keunggulan dalam menyerap dan menangkap ilmu pengetahuan. Ia memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bidang Bahasa, serta memiliki kecenderungan besar terhadap buku-buku sejarah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok seorang pemimpin pasukan muslimin yang memiliki keahlian urusan manajemen, administrasi negara, penguasaan medan dan ahli strategi perang. Keunggulan akhlaknya terhadap Syariat Islam membuatnya memiliki sikap bijaksana, pemberani, suka memberi, dan rela berkorban, demi membela akidah dan syariat. Semua itu dilakukan dengan mengharapkan pahala dari Allah.
Pada sistem kepemimpinan yang diterapkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dulu, memajukan negaranya, beliau membuat berbagai macam uandang-undang, sehingga ia mampu mengatur masalah-masalah administrasi lokal didalam negerinya. Undang-undang itu bersumber dari syariat yang bijaksana, Sultan membentuk panitia yang terdiri dari ulama pilihan untuk membimbing pembuatan undang-undang yang disebut Qabun Namah, yang bersumber dari syariat Islam yang mulia. Dia menjadikannya sebagai dasar negaranya.
Dalam bidang dakwah adalah sistem dakwah yang beliu terapkan, seperti dakwah lewat kekuasaan, Sultan Muhammad Al-Fatih selaku da’i atau pemimpin dalam ekspedisi pengepungan Kota Konstantinopel mempunyai kendali penuh untuk meramu srategi-strategi dakwah yang akan dilancarkan, salah satunya melalui kekuasaan yang ia pegang. Kemudian dakwah Sultan Muhammad Al-Fatih selanjutnya yaitu dengan Mau’izzah Hasanah atau kita kenal dengan nasihat-nasihat yang baik, Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyadari bahwa selain ia harus menempa dirinya sebagai sebaik-baiknya pemimpin, ia pun harus menjadikan pasukannya sebaik-baiknya pasukan.