{"title":"NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PERIODE TOMANURUNG","authors":"Yunus Yunus","doi":"10.15408/mimbar.v37i2.18202","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract. This study aims to describe the value of local wisdom contained in the Tomanurung period. This research uses ethno pedagogical method. The technique of collecting data through interviews, interviewed informants came from several academic circles (lecturers) as many as 6 people. Researchers also interviewed 6 community leaders. This post-chaos period is called the Tomanurung period with a character named Simpurusiang in Bugis language, “Simpurusiang” implies “a strong and unbroken binder”. The condition of society is in a state of chaos and divorce. Because of this, they are looking for figures who can unite societies that have been divided and in chaos. Through a long search, they found the person they needed, namely a Tomanurung (the descendant) and they agreed to make him king through a “collective agreement” that is between Tomanurung and people's representatives. According to the perspective of the Luwu community, Tomanurung means a person who descends from heaven or heaven. Tomanurung did not know the news of his arrival beforehand, suddenly appeared and his presence was being awaited to fix the chaotic situation. Therefore, Tomanurung for the people of Luwu and Bugis-Makassar is generally considered a savior, unifier and continuation of royal life. So the value of human behavior in the past, which was the source of the lontaraq pappaseng script, such as adele’ (fair), lempu' (honest), getteng (firm), Abbulo Sibatang. Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengambarkan nilai kearifan lokal yang terdapat dalam periode Tomanurung. Penelitian ini menggunakan metode etnopedagogi. Teknik pengumpulan datanya melalui wawancara, informan yang diwawancarai berasal dari beberapa kalangan dari akademis (Dosen) sebanyak 6 orang. Peneliti juga, mewawancarai kalangan tokoh masyarakat sebanyak 6 orang. Periode pasca chaos ini disebut dengan periode Tomanurung dengan tokohnya bernama Simpurusiang dalam Bahasa Bugis, “Simpurusiang” mengandung makna “pengikat yang kuat dan tidak putus-putus”. Karena kondisi masyarakat dalam keadaan kacau dan bercerai berai. Karena itu, mereka mencari tokoh yang dapat mempersatukan masyarakat yang telah bercerai-berai dan dalam keadaan kacau (chaos). Melalui pencarian yang panjang, maka ditemukanlah orang yang mereka perlukan yaitu seorang Tomanurung (orang turun) dan mereka sepakat menjadikannya raja melalui suatu “perjanjian bersama” yaitu antara Tomanurung dengan wakil-wakil rakyat. Menurut persfektif masyarakat Luwu, Tomanurung artinya orang yang turun dari langit atau kayangan. Tomanurung tidak diketahui berita kedatangannya terlebih dahulu, tiba-tiba muncul dan kehadirannya memang sedang ditunggu-tunggu untuk memperbaiki keadaan yang sedang kacau. Karena itu, Tomanurung bagi masyarakat Luwu dan Bugis-Makassar pada umumnya dianggap sebagai penyelamat, pemersatu dan pelanjut kehidupan kerajaan. Jadi nilai perilaku manusia pada masa lampau yang sumber naskah lontaraq pappaseng seperti adele’ (adil), lempu’ (jujur), getteng (teguh), Abbulo Sibatang.","PeriodicalId":190687,"journal":{"name":"Mimbar Agama Budaya","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Mimbar Agama Budaya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/mimbar.v37i2.18202","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Abstract. This study aims to describe the value of local wisdom contained in the Tomanurung period. This research uses ethno pedagogical method. The technique of collecting data through interviews, interviewed informants came from several academic circles (lecturers) as many as 6 people. Researchers also interviewed 6 community leaders. This post-chaos period is called the Tomanurung period with a character named Simpurusiang in Bugis language, “Simpurusiang” implies “a strong and unbroken binder”. The condition of society is in a state of chaos and divorce. Because of this, they are looking for figures who can unite societies that have been divided and in chaos. Through a long search, they found the person they needed, namely a Tomanurung (the descendant) and they agreed to make him king through a “collective agreement” that is between Tomanurung and people's representatives. According to the perspective of the Luwu community, Tomanurung means a person who descends from heaven or heaven. Tomanurung did not know the news of his arrival beforehand, suddenly appeared and his presence was being awaited to fix the chaotic situation. Therefore, Tomanurung for the people of Luwu and Bugis-Makassar is generally considered a savior, unifier and continuation of royal life. So the value of human behavior in the past, which was the source of the lontaraq pappaseng script, such as adele’ (fair), lempu' (honest), getteng (firm), Abbulo Sibatang. Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengambarkan nilai kearifan lokal yang terdapat dalam periode Tomanurung. Penelitian ini menggunakan metode etnopedagogi. Teknik pengumpulan datanya melalui wawancara, informan yang diwawancarai berasal dari beberapa kalangan dari akademis (Dosen) sebanyak 6 orang. Peneliti juga, mewawancarai kalangan tokoh masyarakat sebanyak 6 orang. Periode pasca chaos ini disebut dengan periode Tomanurung dengan tokohnya bernama Simpurusiang dalam Bahasa Bugis, “Simpurusiang” mengandung makna “pengikat yang kuat dan tidak putus-putus”. Karena kondisi masyarakat dalam keadaan kacau dan bercerai berai. Karena itu, mereka mencari tokoh yang dapat mempersatukan masyarakat yang telah bercerai-berai dan dalam keadaan kacau (chaos). Melalui pencarian yang panjang, maka ditemukanlah orang yang mereka perlukan yaitu seorang Tomanurung (orang turun) dan mereka sepakat menjadikannya raja melalui suatu “perjanjian bersama” yaitu antara Tomanurung dengan wakil-wakil rakyat. Menurut persfektif masyarakat Luwu, Tomanurung artinya orang yang turun dari langit atau kayangan. Tomanurung tidak diketahui berita kedatangannya terlebih dahulu, tiba-tiba muncul dan kehadirannya memang sedang ditunggu-tunggu untuk memperbaiki keadaan yang sedang kacau. Karena itu, Tomanurung bagi masyarakat Luwu dan Bugis-Makassar pada umumnya dianggap sebagai penyelamat, pemersatu dan pelanjut kehidupan kerajaan. Jadi nilai perilaku manusia pada masa lampau yang sumber naskah lontaraq pappaseng seperti adele’ (adil), lempu’ (jujur), getteng (teguh), Abbulo Sibatang.
摘要本研究旨在描述托玛奴隆时期所包含的地方智慧的价值。本研究采用民族教学法。采用访谈法收集资料,访谈的举报人来自多个学术界(讲师)多达6人。研究人员还采访了6位社区领袖。这个后混乱时期被称为托马努隆时期,在武吉语中有一个字叫Simpurusiang,“Simpurusiang”的意思是“坚固而坚固的粘合剂”。社会的状况是混乱和离婚的状态。因此,他们正在寻找能够团结分裂和混乱的社会的人物。经过长时间的寻找,他们找到了他们需要的人,即托马努隆(后代),他们同意通过托马努隆和人民代表之间的“集体协议”让他成为国王。根据鲁吴族的观点,托马努隆的意思是从天而降的人。托马努隆事先并不知道他到来的消息,他突然出现,大家都在等待他的到来来解决混乱的局面。因此,托玛努隆对于鲁吴和布吉斯-望加锡人来说,通常被认为是救星、统一者和皇室生活的延续。所以人类行为的价值在过去,这是lontaraq pappaseng脚本的来源,如adele '(公平),lempu'(诚实),getteng(坚定),Abbulo Sibatang。Abstrak。Penelitian ini bertujuan mengambarkan nilai kearifan当地的yang terdapat dalam时期的Tomanurung。Penelitian, mongunakan, etnopedagogy。尼泊尔人民大学(Teknik pengumpulan datanya melalui wawancara),尼泊尔人民大学(diwawancarai),尼泊尔人民大学(Dosen)。Peneliti juga, mewawancarai kalangan tokoh masyarakat sebanyak 6橙。时期pasca chaos ini disebut dengan时期Tomanurung dengan tokohnya bernama Simpurusiang dalam Bahasa Bugis,“Simpurusiang”mengandung makna“pengikat yang kuat dan tidak putus-putus”。Karena kondisi masyarakat dalam keadaan kacau dan bercerai berai。Karena itu, mereka mencari tokoh yang dapat mempersatukan masyarakat yang telah bercerai-berai dan dalam keadaan kacau(混乱)。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。menutut perfektif masyarakat Luwu, Tomanurung artinya orang yang turun dari langit atau kayangan。Tomanurung tidak diketahui berita kedatangannya terlebih dahulu, tiba-tiba muncul dan kehadiannya memang sedang - donggu untuk memperbaiki keadaan yang sedang kacau。Karena itu, Tomanurung bagi masyarakat Luwu dan Bugis-Makassar pada umumnya dianggap sebagai penyelamat, peremersatu dan pelanjut kehidupan kerajaan。Jadi nilai peraku manusia pada masa lampau yang sumkah lontaraq pappaseng seperti adele ' (adil), lempu ' (jujur), getteng (teguh), Abbulo Sibatang。