{"title":"AKAD HUTANG PIUTANG PETANI PADI DENGAN PEMILIK PABRIK PENGGILING PADA MASYARAKAT PANYABUNGAN TONGA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM","authors":"Dedisyah Putra","doi":"10.56874/el-ahli.v3i2.961","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract \nThe debt-receivable agreement which was originally just a muamalah relationship as usually social creatures and not accompanied by a specific intention or purpose turned out to be a business arena for people who have money to get abundant rice to be stored and when the price has gone up and the harvest season finished, the new rice is sold at a higher price. The study will discuss the implementation of debt-receivable contracts in Panyabungan Tonga Village, Panyabungan District, Mandailing Natal Regency to clearly know the legal perspective of Islamic law. This research is qualitative with the type of field research. The results of the study illustrate that in the loan agreement the farmer borrows money from the factory owner to work on the fields, the money will be paid with quintals of rice in the harvest season equivalent to 600 thousand cash which is determined by the price by the factory owner. Then if the farmer cannot repay the debt at maturity (harvest), then the farmer must return the debt with an additional 20% at the next harvest, but if the next harvest the farmer still cannot repay the debt, the farmer must add another 20% of the loan principal. so the number is 40%, and so on and of course this practice is not in accordance with Islamic law. \nKeywords: Rice Farmers, Accounts Receivable, Milling Factory \n \nAbstrak \nPerjanjian hutang-piutang yang semula hanya sekedar mengadakan hubungan muamalah sebagaimana lazimnya makhluk sosial dan tidak disertai dengan niat atau maksud tertentu ternyata berubah menjadi ajang bisnis bagi orang-orang yang memiliki uang guna mendapatkan padi yang melimpah untuk disimpan dan apabila harganya sudah naik dan musim panen telah usai, padi tersebut baru dijual dengan harga yang lebih tinggi. Penelitian akan membahas pelaksanaan akad hutang-piutang di Desa Panyabungan Tonga Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal untuk diketahui secara jelas hukumnya perspektif hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan jenis penelitian lapangan. Hasil dari penelitian menggambarkan bahwa dalam perjanjian hutang-piutang petani meminjam uang kepada pemilik pabrik untuk menggarap sawah, uang tersebut akan dibayar dengan padi kwintal pada musim panen setara dengan uang 600 ribu yang ditentukan harganya oleh pemilik pabrik. Kemudian apabila petani tidak bisa mengembalikan hutangnya pada saat jatuh tempo (panen), maka petani harus mengembalikan hutangnya dengan tambahan 20% pada panen berikutnya, namun apabila panen berikutnya petani masih belum bisa mengembalikan hutangnya, maka petani harus menambah 20% lagi dari pokok pinjaman, jadi jumlahnya 40%, begitu seterusnya dan tentu praktik seperti ini belum sesuai dengan hukum Islam. \nKata Kuci: Petani Padi, Hutang-piutang, pabrik penggilingan","PeriodicalId":217839,"journal":{"name":"El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.56874/el-ahli.v3i2.961","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Abstract
The debt-receivable agreement which was originally just a muamalah relationship as usually social creatures and not accompanied by a specific intention or purpose turned out to be a business arena for people who have money to get abundant rice to be stored and when the price has gone up and the harvest season finished, the new rice is sold at a higher price. The study will discuss the implementation of debt-receivable contracts in Panyabungan Tonga Village, Panyabungan District, Mandailing Natal Regency to clearly know the legal perspective of Islamic law. This research is qualitative with the type of field research. The results of the study illustrate that in the loan agreement the farmer borrows money from the factory owner to work on the fields, the money will be paid with quintals of rice in the harvest season equivalent to 600 thousand cash which is determined by the price by the factory owner. Then if the farmer cannot repay the debt at maturity (harvest), then the farmer must return the debt with an additional 20% at the next harvest, but if the next harvest the farmer still cannot repay the debt, the farmer must add another 20% of the loan principal. so the number is 40%, and so on and of course this practice is not in accordance with Islamic law.
Keywords: Rice Farmers, Accounts Receivable, Milling Factory
Abstrak
Perjanjian hutang-piutang yang semula hanya sekedar mengadakan hubungan muamalah sebagaimana lazimnya makhluk sosial dan tidak disertai dengan niat atau maksud tertentu ternyata berubah menjadi ajang bisnis bagi orang-orang yang memiliki uang guna mendapatkan padi yang melimpah untuk disimpan dan apabila harganya sudah naik dan musim panen telah usai, padi tersebut baru dijual dengan harga yang lebih tinggi. Penelitian akan membahas pelaksanaan akad hutang-piutang di Desa Panyabungan Tonga Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal untuk diketahui secara jelas hukumnya perspektif hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan jenis penelitian lapangan. Hasil dari penelitian menggambarkan bahwa dalam perjanjian hutang-piutang petani meminjam uang kepada pemilik pabrik untuk menggarap sawah, uang tersebut akan dibayar dengan padi kwintal pada musim panen setara dengan uang 600 ribu yang ditentukan harganya oleh pemilik pabrik. Kemudian apabila petani tidak bisa mengembalikan hutangnya pada saat jatuh tempo (panen), maka petani harus mengembalikan hutangnya dengan tambahan 20% pada panen berikutnya, namun apabila panen berikutnya petani masih belum bisa mengembalikan hutangnya, maka petani harus menambah 20% lagi dari pokok pinjaman, jadi jumlahnya 40%, begitu seterusnya dan tentu praktik seperti ini belum sesuai dengan hukum Islam.
Kata Kuci: Petani Padi, Hutang-piutang, pabrik penggilingan
应收账款协议原本只是一种社会生物之间的穆阿马拉关系,并没有特定的意图或目的,但后来却变成了有钱人的一个商业舞台,他们为了获得大量的大米而储存大米,当价格上涨,收获季节结束时,新的大米以更高的价格出售。本研究将探讨应收账款合同在曼达宁市纳塔尔县潘亚本干区潘亚本干汤加村的实施情况,以清楚地了解伊斯兰法的法律视角。本研究为定性的实地研究。研究结果表明,在贷款协议中,农民向厂主借钱从事田间劳动,这笔钱将在收获季节以相当于60万现金的稻米支付,由厂主决定价格。然后,如果农民在到期(收获)时不能偿还债务,那么农民必须在下一次收获时额外偿还20%的债务,但如果下一次收获时农民仍然不能偿还债务,农民必须再增加20%的贷款本金。所以这个数字是40%等等,当然这种做法是不符合伊斯兰法律的。关键词:水稻农户,应收账款,碾磨厂摘要Perjanjian huang -piutang semula hanya sekedar mengadakan hubungan muamalah sebagaimana lazimnya makhluk社会旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦旦Penelitian akan membahas pelaksanaan akad huang -piutang di Desa Panyabungan Tonga Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal untuk diketahui secara jelas hukumnya perspektif hukum Islam。Penelitian是一种非常有用的工具,它可以用来分析,也可以用来分析。哈西尔达里·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯·巴甘巴肯Kemudian apabila petani tidak bisa mengembalikan hutangnya pada saat jattan tempo (panen), maka petani harus mengembalikan hutangnya petani masih belia mengembalikan hutangnya, maka petani harus menambah 20% lagi dari pokok pinjaman, jadi jumlahnya 40%, begitu seterusnya dan tentu praktik seperti ini belum sesuai dengan hukum Islam。Kata Kuci: Petani Padi, Hutang-piutang, pabrik penggilingan