{"title":"IMPACT OF PHILIPPINES’ WITHDRAWAL FROM INTERNATIONAL CRIMINAL COURT ON CRIME AGAINST HUMANITY INVESTIGATION IN PHILIPPINES","authors":"Aisyah Jasmine Yogaswara","doi":"10.23920/pjil.v4i2.413","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract \nRodrigo Roa Duterte is the incumbent president of the Philippines who was inaugurated on June 30th 2016 and initiated the War on Drugs Operation to eradicate drug abuse in the Philippines one day after his inauguration. The operation gave authorization to the members of Philippines National Police to ‘neutralize’ or kill suspects of illegal drugs dealers and users. The operation also related to other crime such as rape, imprisonment, and torture. The crimes are committed as part of a widespread and systematic attack directed against the civilian population as therefore it can be qualified as crimes against humanity. Philippines’ status as a state party to Rome Statute gives ICC the chance to prosecute Philippines’ nationals if they committed crimes against humanity. However, after the ICC Prosecutor initiated preliminary examination on the related case, Philippines deposited its instrument of withdrawal from the Rome Statute. The purpose of this research is to find out the legal effect of Philippines withdrawal toward ICC’s process of preliminary examination, investigation, and trial, and whether ICC have any jurisdiction over crimes against humanity that is committed after Philippines’ withdrawal becomes effective. \nKeywords: Crimes Against Humanity, International Criminal Court, Rome Statute \n Abstrak \nRodrigo Roa Duterte menjabat menjadi Presiden Filipina pada tanggal 30 Juni 2016 dan memulai operasi pemberantasan narkotika yang disebut War on Drugs Operation sehari setelahnya. Operasi tersebut memberikan izin bagi Polisi Nasional Filipina untuk melakukan penembakan di tempat atas tersangka pengguna dan pengedar narkotika. Selain itu, terdapat kejahatan lain terkait operasi tersebut di antaranya pemerkosaan, penyiksaan dan penahanan tanpa proses hukum. Kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan secara meluas, sistematis dan ditujukan pada populasi sipil yang menjadikannya dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Status Filipina sebagai negara pihak dalam Statuta Roma menjadikan ICC memiliki kewenangan untuk mengadili warga negara Filipina yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, setelah Jaksa Penuntut ICC memulai pemeriksaan pendahuluan atas War on Drugs Operation, Filipina melakukan penarikan diri dari Statuta Roma. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penarikan diri Filipina dari Statuta Roma terhadap pemeriksaan pendahuluan yang sedang dilakukan dan apakah ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang masih terjadi di Filipina pasca penarikan dirinya berlaku efektif. \nKata kunci: Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Mahkamah Pidana Internasional, Statuta Roma","PeriodicalId":177191,"journal":{"name":"Padjadjaran Journal of International Law","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"1900-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Padjadjaran Journal of International Law","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.23920/pjil.v4i2.413","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Abstract
Rodrigo Roa Duterte is the incumbent president of the Philippines who was inaugurated on June 30th 2016 and initiated the War on Drugs Operation to eradicate drug abuse in the Philippines one day after his inauguration. The operation gave authorization to the members of Philippines National Police to ‘neutralize’ or kill suspects of illegal drugs dealers and users. The operation also related to other crime such as rape, imprisonment, and torture. The crimes are committed as part of a widespread and systematic attack directed against the civilian population as therefore it can be qualified as crimes against humanity. Philippines’ status as a state party to Rome Statute gives ICC the chance to prosecute Philippines’ nationals if they committed crimes against humanity. However, after the ICC Prosecutor initiated preliminary examination on the related case, Philippines deposited its instrument of withdrawal from the Rome Statute. The purpose of this research is to find out the legal effect of Philippines withdrawal toward ICC’s process of preliminary examination, investigation, and trial, and whether ICC have any jurisdiction over crimes against humanity that is committed after Philippines’ withdrawal becomes effective.
Keywords: Crimes Against Humanity, International Criminal Court, Rome Statute
Abstrak
Rodrigo Roa Duterte menjabat menjadi Presiden Filipina pada tanggal 30 Juni 2016 dan memulai operasi pemberantasan narkotika yang disebut War on Drugs Operation sehari setelahnya. Operasi tersebut memberikan izin bagi Polisi Nasional Filipina untuk melakukan penembakan di tempat atas tersangka pengguna dan pengedar narkotika. Selain itu, terdapat kejahatan lain terkait operasi tersebut di antaranya pemerkosaan, penyiksaan dan penahanan tanpa proses hukum. Kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan secara meluas, sistematis dan ditujukan pada populasi sipil yang menjadikannya dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Status Filipina sebagai negara pihak dalam Statuta Roma menjadikan ICC memiliki kewenangan untuk mengadili warga negara Filipina yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, setelah Jaksa Penuntut ICC memulai pemeriksaan pendahuluan atas War on Drugs Operation, Filipina melakukan penarikan diri dari Statuta Roma. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penarikan diri Filipina dari Statuta Roma terhadap pemeriksaan pendahuluan yang sedang dilakukan dan apakah ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang masih terjadi di Filipina pasca penarikan dirinya berlaku efektif.
Kata kunci: Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Mahkamah Pidana Internasional, Statuta Roma
罗德里戈·罗阿·杜特尔特是菲律宾现任总统,于2016年6月30日就职,并在就职一天后发起了“毒品战争”行动,以根除菲律宾的毒品滥用。该行动授权菲律宾国家警察成员“消灭”或杀死非法毒贩和吸毒者的嫌疑人。该行动还涉及其他罪行,如强奸、监禁和酷刑。这些罪行是针对平民人口的广泛和有系统攻击的一部分,因此可以被定为危害人类罪。菲律宾作为《罗马规约》缔约国的地位,使国际刑事法院有机会起诉犯下危害人类罪的菲律宾国民。但是,在国际刑事法院检察官对有关案件进行初步审查后,菲律宾交存了其退出《罗马规约》的文书。本研究的目的是了解菲律宾退出对国际刑事法院预审、调查、审判程序的法律效力,以及国际刑事法院是否对菲律宾退出生效后犯下的危害人类罪具有管辖权。关键词:危害人类罪,国际刑事法院,罗马规约摘要罗德里戈·罗亚·杜特尔特,菲律宾总统,菲律宾总统,2016年6月30日,菲律宾禁毒战争,菲律宾禁毒行动。菲律宾国家警察(national philippine Polisi)的一名成员说:“我们的国家警察,我们的国家警察,我们的国家警察,我们的国家警察,我们的国家警察,我们的国家警察。”Selain itu, terdapat kejahanan lain terkait operasi tersebut di antaranya pemerkosaan, peniksaan dan penahanan tanpa proses hukum。kejahatan -kejahatan tersebut dilakuukan secara meluas, sistematis dan ditujukan padpopulas sipil yang menjadikannya dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusian。地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位:菲律宾人的地位Namun, setelah Jaksa Penuntut国际刑事法院备忘录,菲律宾禁毒战争行动,melakukan penarikan diri dari规约罗马。国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:国际刑事法院:Kata kunci: Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Mahkamah Pidana international,规约罗马