{"title":"Antibiotics Used for Upper Respiratory Tract Infection: a Case Study at a Primary Health Center Bogor Indonesia","authors":"Wiwid Ambarwati, V. Setiawaty, A. Wibowo","doi":"10.29313/GMHC.V6I3.3618","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Acute upper respiratory tract infection (URTI) is one of the health problem in a community with high prevalence and healthcare cost. At the primary health center (PHC), URTI is one of the most common diseases with a prevalence 45.64% in Bogor city on 2015, while Basic Health Research 2013 data showed the prevalence of URTI in Indonesia by 25%. This study analyzes the antibiotic prescription for URTI patients, factors influencing the rationale of antibiotic prescriptions, and the rational use of medicine (RUM) program management at Primary Health Centers at Bogor city. The research was analytic descriptive cross-sectional study by collecting data from medical records of patients diagnosed with non-pneumonia URTI, observation for outpatient health care, and interview with all responsible persons. The data were collected on 16 April–20 May 2018 from primary health centers at Bogor city. The samples were 359 oral antibiotic prescriptions of three physicians and antibiotics were prescribed for 122 (34%) cases from 359 cases of which 102 were evaluated for rationality according to local guidelines issued by the Ministry of Health Republic of Indonesia. The URTI diagnosis is classified into few categories with the prevalence of nasopharyngitis (62.9%), pharyngitis (30.6%), tonsillitis (5.3%), and sinusitis and acute otitis media (0.6%). Most antibiotics used were amoxicillin and cefadroxil. This study revealed that antibiotics prescribed 88% inaccuracy of antibiotics duration, 12% incompatibility with the guidance of antibiotic, 3% incompatibility with guidance and imprecise duration, and 1% inaccuracy of dose. Some factors that influencing rationality of antibiotics prescription was lack of physician's adherence to the clinical guideline, pharmacist role was not optimal, and lack of monitoring evaluating. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS: STUDI KASUS DI PUSAT KESEHATAN PRIMER BOGOR INDONESIA Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akut adalah salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi dan biaya perawatan kesehatan yang tinggi. Di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), ISPA adalah salah satu penyakit yang paling umum dengan prevalensi 45,64% di Kota Bogor pada tahun 2015, sementara data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 25%. Penelitian ini menganalisis resep antibiotik untuk pasien ISPA, faktor yang memengaruhi dasar pemberian antibiotik, dan penggunaan manajemen program pengobatan rasional di puskesmas di Kota Bogor. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik cross-sectional dengan mengumpulkan data rekam medis pasien yang didiagnosis nonpneumonia ISPA, observasi perawatan kesehatan rawat jalan, dan wawancara. Data dikumpulkan pada 16 April–20 May 2018 dari puskesmas di Kota Bogor. Sampel adalah 359 resep antibiotik oral dari tiga dokter dan antibiotik diresepkan untuk 122 (34%) kasus dari 359 kasus yang 102 di antaranya dievaluasi untuk rasionalitas sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Beberapa penyakit yang termasuk ISPA menunjukkan prevalensi nasofaringitis (62,9%), faringitis (30,6%), tonsilitis (5,3%), serta sinusitis dan otitis media akut (0,6%). Mayoritas antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin dan sefadroksil. Penelitian ini mengungkapkan bahwa antibiotik yang diresepkan 88% tidak tepat durasi, 12% tidak cocok dengan panduan, 3% tidak cocok dengan panduan dan tidak tepat durasi, serta 1% tidak tepat dosis. Simpulan, faktor yang memengaruhi rasionalitas resep antibiotik adalah kurangnya kepatuhan dokter terhadap pedoman klinis, peran apoteker tidak optimal, dan pemantauan evaluasi yang kurang.","PeriodicalId":312900,"journal":{"name":"Global Medical & Health Communication (GMHC)","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"5","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Global Medical & Health Communication (GMHC)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V6I3.3618","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 5
Abstract
Acute upper respiratory tract infection (URTI) is one of the health problem in a community with high prevalence and healthcare cost. At the primary health center (PHC), URTI is one of the most common diseases with a prevalence 45.64% in Bogor city on 2015, while Basic Health Research 2013 data showed the prevalence of URTI in Indonesia by 25%. This study analyzes the antibiotic prescription for URTI patients, factors influencing the rationale of antibiotic prescriptions, and the rational use of medicine (RUM) program management at Primary Health Centers at Bogor city. The research was analytic descriptive cross-sectional study by collecting data from medical records of patients diagnosed with non-pneumonia URTI, observation for outpatient health care, and interview with all responsible persons. The data were collected on 16 April–20 May 2018 from primary health centers at Bogor city. The samples were 359 oral antibiotic prescriptions of three physicians and antibiotics were prescribed for 122 (34%) cases from 359 cases of which 102 were evaluated for rationality according to local guidelines issued by the Ministry of Health Republic of Indonesia. The URTI diagnosis is classified into few categories with the prevalence of nasopharyngitis (62.9%), pharyngitis (30.6%), tonsillitis (5.3%), and sinusitis and acute otitis media (0.6%). Most antibiotics used were amoxicillin and cefadroxil. This study revealed that antibiotics prescribed 88% inaccuracy of antibiotics duration, 12% incompatibility with the guidance of antibiotic, 3% incompatibility with guidance and imprecise duration, and 1% inaccuracy of dose. Some factors that influencing rationality of antibiotics prescription was lack of physician's adherence to the clinical guideline, pharmacist role was not optimal, and lack of monitoring evaluating. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS: STUDI KASUS DI PUSAT KESEHATAN PRIMER BOGOR INDONESIA Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akut adalah salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi dan biaya perawatan kesehatan yang tinggi. Di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), ISPA adalah salah satu penyakit yang paling umum dengan prevalensi 45,64% di Kota Bogor pada tahun 2015, sementara data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 25%. Penelitian ini menganalisis resep antibiotik untuk pasien ISPA, faktor yang memengaruhi dasar pemberian antibiotik, dan penggunaan manajemen program pengobatan rasional di puskesmas di Kota Bogor. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik cross-sectional dengan mengumpulkan data rekam medis pasien yang didiagnosis nonpneumonia ISPA, observasi perawatan kesehatan rawat jalan, dan wawancara. Data dikumpulkan pada 16 April–20 May 2018 dari puskesmas di Kota Bogor. Sampel adalah 359 resep antibiotik oral dari tiga dokter dan antibiotik diresepkan untuk 122 (34%) kasus dari 359 kasus yang 102 di antaranya dievaluasi untuk rasionalitas sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Beberapa penyakit yang termasuk ISPA menunjukkan prevalensi nasofaringitis (62,9%), faringitis (30,6%), tonsilitis (5,3%), serta sinusitis dan otitis media akut (0,6%). Mayoritas antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin dan sefadroksil. Penelitian ini mengungkapkan bahwa antibiotik yang diresepkan 88% tidak tepat durasi, 12% tidak cocok dengan panduan, 3% tidak cocok dengan panduan dan tidak tepat durasi, serta 1% tidak tepat dosis. Simpulan, faktor yang memengaruhi rasionalitas resep antibiotik adalah kurangnya kepatuhan dokter terhadap pedoman klinis, peran apoteker tidak optimal, dan pemantauan evaluasi yang kurang.
急性上呼吸道感染(URTI)是社区中发病率高、医疗费用高的健康问题之一。在初级卫生中心(PHC),尿路感染是最常见的疾病之一,2015年在茂物市的患病率为45.64%,而2013年基础卫生研究数据显示,印度尼西亚的尿路感染患病率为25%。本研究分析了茂物市初级卫生中心尿路感染患者的抗生素处方、抗生素处方合理性的影响因素以及合理用药(RUM)项目管理。本研究采用描述性横断面分析方法,收集诊断为非肺炎性尿路感染患者的病历资料、门诊医疗观察及对所有负责人的访谈。数据于2018年4月16日至5月20日从茂物市的初级卫生中心收集。样本为3名医生的359张口服抗生素处方,359例中122例(34%)使用抗生素,其中102例根据印度尼西亚共和国卫生部发布的当地指南进行合理性评估。尿路感染的诊断分为几类,鼻咽炎(62.9%)、咽炎(30.6%)、扁桃体炎(5.3%)、鼻窦炎和急性中耳炎(0.6%)。大多数使用的抗生素是阿莫西林和头孢地洛辛。本研究发现,抗生素处方用药时间不准确的比例为88%,与抗生素指南不相容的比例为12%,与指南不相容且用药时间不精确的比例为3%,剂量不准确的比例为1%。影响抗菌药物处方合理性的因素主要有医师对临床指南的不遵守、药师角色不优化、缺乏监测评价等。彭古那安抗生素UNTUK INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS: STUDI KASUS DI PUSAT KESEHATAN PRIMER茂物印度尼西亚INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA) akut adalah salah satu masalah KESEHATAN dengan prevalensi dan biaya perawatan KESEHATAN yang tinggi。Di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), ISPA adalah salah satu penyakit yang paling umumdengan prevalensi 45,64% Di Kota Bogor pada tahun 2015, sementara数据Riset kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi ISPA Di Indonesia sebesar 25%。Penelitian ini menganalesresep抗生素untuk pasen ISPA,因子为yang memengaruhi dasar pemerian抗生素,dan penggunaan管理程序pengobatan reason di puskesmas di Kota Bogor。Penelitian ini adalah Penelitian deskpatif分析横断面数据dengan mengumpulkan数据rekam媒体诊断非肺炎ISPA,观察perawatan kesehatan rawat jalan, dan wawanara。Data dikumpulkan pada 2018年4月16日- 5月20日样本adalah 359 ressep antibiotic oral dari tiga dokter dan antibiotic diressepkan untuk 122 (34%) kasus dari 359 kasus yang 102 di antaranya dievaluasi untuk rasionalitas sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh kementeran印度尼西亚Kesehatan共和国。Beberapa penyakit yang termasuk ISPA menunjukkan患病率为鼻窦炎(62.9%)、鼻窦炎(30.6%)、扁桃体炎(5.3%)、鼻窦炎和中耳炎(0.6%)。Mayoritas抗生素yang digunakan adalah amoksisilin和sefadroksil。Penelitian ini mengungkapkan bahwa抗生素yang direskan 88% tidak tepat durasi, 12% tidak可可登干panduan, 3% tidak可可登干panduan丹tidak tepat durasi, 1% tidak tepat dosis。Simpulan,对杨氏菌群进行了分析,对杨氏菌群进行了分析,对杨氏菌群进行了分析,对杨氏菌群进行了评价。