LARANGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Mohd. Yusuf DM, Geofani Milthree Saragih
{"title":"LARANGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA","authors":"Mohd. Yusuf DM, Geofani Milthree Saragih","doi":"10.47353/delarev.v1i3.26","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis/suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahan Muslim dengan non-muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama”. Keadaan masyarakat indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam. Hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau.Seorang muslimin dan muslimat ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Dapat disimpulkan bahwa Jika Negara melegalkan pernikah beda agama di Indonesia maka sama saja Negara menabrak hukum-hukum agama yang ada di Indonesia, dan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin setiap warga Negaranya untuk memeluk agama dan ibadat menurut agama dan kepercayaannya, sedangkan tiap-tiap agama mempunyai tata cara atau ibadat perkawinan yang berbeda-beda. Pandangan HAM di Indonesia seharusnya lebih merujuk kepada pengaturan HAM yang ada di Undang-Undang Dasar 1945, bukan merujuk kepada DUHAM yang kita sendiripun tidak tahu siapa yang membuatnya dan bahkan apa agendanya bagi Negara yang masih kental keagamaanya.Hak asasi Manusia yang ada di Indonesia, bukanlah Hak Asasi Manusia yang sekuler, yang memisahkan agama dari Negara, yang melegalkan segala cara atas nama “HAM”, ini jelas bertentangan dengan Pancasila sila pertama, dan ini tidak masuk dalam jati diri bangsa Indonesia.","PeriodicalId":135172,"journal":{"name":"Lakidende Law Review","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Lakidende Law Review","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47353/delarev.v1i3.26","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis/suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahan Muslim dengan non-muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama”. Keadaan masyarakat indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam. Hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau.Seorang muslimin dan muslimat ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Dapat disimpulkan bahwa Jika Negara melegalkan pernikah beda agama di Indonesia maka sama saja Negara menabrak hukum-hukum agama yang ada di Indonesia, dan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin setiap warga Negaranya untuk memeluk agama dan ibadat menurut agama dan kepercayaannya, sedangkan tiap-tiap agama mempunyai tata cara atau ibadat perkawinan yang berbeda-beda. Pandangan HAM di Indonesia seharusnya lebih merujuk kepada pengaturan HAM yang ada di Undang-Undang Dasar 1945, bukan merujuk kepada DUHAM yang kita sendiripun tidak tahu siapa yang membuatnya dan bahkan apa agendanya bagi Negara yang masih kental keagamaanya.Hak asasi Manusia yang ada di Indonesia, bukanlah Hak Asasi Manusia yang sekuler, yang memisahkan agama dari Negara, yang melegalkan segala cara atas nama “HAM”, ini jelas bertentangan dengan Pancasila sila pertama, dan ini tidak masuk dalam jati diri bangsa Indonesia.
从人权的角度来看,禁止跨宗教婚姻的禁令
印度尼西亚是一个多元化的社会,尤其是在民族和宗教方面。因此,在生活中,印尼社会在不同的方面,从文化、生活方式和个人相互作用,面临着不同的问题。政府和其他国家组成部分关心的是宗教人士之间的关系。宗教人士之间的这些问题之一是穆斯林与非穆斯林的婚姻问题,我们后来称之为“宗教婚姻”。印度尼西亚的多元社会状况使社会中的联系更加广泛和多样化。这导致了比过去更动态的宗教价值观转变。穆斯林和穆斯林更有勇气选择非穆斯林的生活伴侣。可以推断,如果国家pernikah不同国家在印尼就同一宗教合法化撞上了在印尼的宗教法律,违反第29章《1945年宪法》保证每个公民的皈依和崇拜根据宗教和信仰,而每个有不同的婚姻法令或崇拜。印尼人权组织的观点应该更多地与1945年宪法中存在的人权安排有关,而不是我们自己不知道是谁提出的,甚至不知道它对一个仍然信奉宗教的国家的议程是什么。在印尼存在的人权,不是世俗的人权,也不是把宗教与国家分开,以“人权”的名义合法化的人权,这显然与第一个国家的南西拉是矛盾的,它不属于印尼民族。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信