{"title":"Guiding World GW","authors":"I. Irham","doi":"10.33627/GW.V1I2.79","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pengajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Bahasa pertama (bahasa ibu, bahasa daerah, atau bahasa yang sebelumnya diperoleh) mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar. Hal ini karena didasarkan oleh sikap pembelajar yang secara sadar maupun tidak, telah melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua. Akibatnya, sering terjadi interferensi, alih kode, atau campur kode. Dalam pengajaran bahasa kedua tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah ini mungkin tidak terlalu berat, kalau kebetulan bahasa kedua yang dipelajari itu masih tergolong bahasa serumpun (secara genetis) tetapi akan merupakan masalah besar kalau bahasa kedua itu tidak serumpun dengan bahasa pertama. Lebih lagi jika bahasa kedua itu memilki struktur fonetis, morfologis, dan sintaksis yang sangat berbeda dengan bahasa pertama. Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum bahaviorisme, bahasa adalah hasil dari perilaku stimulus-respon. Jadi, bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua diajarkan sehingga akan besar sekali pengaruhnya apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan stimulus bahasa kedua. Secara teoritis pengaruh ini memang tidak bisa dihilangkan karena bahasa pertama sudah merupakan intake atau sudah “dinuranikan” dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasaan dan pemberian stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, maka pengaruh itu bisa dikurangi","PeriodicalId":117613,"journal":{"name":"GUIDING WORLD (BIMBINGAN DAN KONSELING)","volume":"57 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-11-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"GUIDING WORLD (BIMBINGAN DAN KONSELING)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33627/GW.V1I2.79","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Pengajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Bahasa pertama (bahasa ibu, bahasa daerah, atau bahasa yang sebelumnya diperoleh) mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar. Hal ini karena didasarkan oleh sikap pembelajar yang secara sadar maupun tidak, telah melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua. Akibatnya, sering terjadi interferensi, alih kode, atau campur kode. Dalam pengajaran bahasa kedua tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah ini mungkin tidak terlalu berat, kalau kebetulan bahasa kedua yang dipelajari itu masih tergolong bahasa serumpun (secara genetis) tetapi akan merupakan masalah besar kalau bahasa kedua itu tidak serumpun dengan bahasa pertama. Lebih lagi jika bahasa kedua itu memilki struktur fonetis, morfologis, dan sintaksis yang sangat berbeda dengan bahasa pertama. Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum bahaviorisme, bahasa adalah hasil dari perilaku stimulus-respon. Jadi, bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua diajarkan sehingga akan besar sekali pengaruhnya apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan stimulus bahasa kedua. Secara teoritis pengaruh ini memang tidak bisa dihilangkan karena bahasa pertama sudah merupakan intake atau sudah “dinuranikan” dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasaan dan pemberian stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, maka pengaruh itu bisa dikurangi