S. Arief, Herwastoeti Herwastoeti, Umi Sakdiyah Rahmawati
{"title":"Political Law of Presidential Regulation Number 63 of 2019 on Trademarks","authors":"S. Arief, Herwastoeti Herwastoeti, Umi Sakdiyah Rahmawati","doi":"10.22219/ilrej.v2i1.19694","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This article discusses trademarks in a legal political perspective. The existence of Presidential Regulation No. 63 of 2019 concerning the Use of Indonesian which regulates the use of Indonesian that must be used on trademarks owned by Indonesian citizens or Indonesian legal entities has conflicts with the Law Number 20 of 2016 On Trademarks and Geographical Indications, regarding the function and purpose of the Trademarks, so it is interesting to conduct discussions through normative juridical methods. The results of this study show that the principle of Lex Superior Derogat Lex Inferiori law, which is a principle that interprets higher legal norms, can be used as one of the tools in solving problems. Thus, the position of Presidential Regulation Number 63 of 2019, is no more binding than the position and binding power of Law Number 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications. \nAbstrak\nArtikel ini membahas merek dagang dalam perspektif politik hukum. Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang harus digunakan pada merek dagang milik warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis, mengenai fungsi dan tujuan Merek Dagang, sehingga menarik untuk melakukan diskusi melalui metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip hukum Lex Superior Derogat Lex Inferiori, yang merupakan prinsip yang menafsirkan norma hukum yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam memecahkan masalah. Hal ini berimplikasi kedudukan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, tidak lebih mengikat dengan kedudukan dan daya mengikat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis.","PeriodicalId":404317,"journal":{"name":"Indonesia Law Reform Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Indonesia Law Reform Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22219/ilrej.v2i1.19694","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
This article discusses trademarks in a legal political perspective. The existence of Presidential Regulation No. 63 of 2019 concerning the Use of Indonesian which regulates the use of Indonesian that must be used on trademarks owned by Indonesian citizens or Indonesian legal entities has conflicts with the Law Number 20 of 2016 On Trademarks and Geographical Indications, regarding the function and purpose of the Trademarks, so it is interesting to conduct discussions through normative juridical methods. The results of this study show that the principle of Lex Superior Derogat Lex Inferiori law, which is a principle that interprets higher legal norms, can be used as one of the tools in solving problems. Thus, the position of Presidential Regulation Number 63 of 2019, is no more binding than the position and binding power of Law Number 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications.
Abstrak
Artikel ini membahas merek dagang dalam perspektif politik hukum. Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang harus digunakan pada merek dagang milik warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis, mengenai fungsi dan tujuan Merek Dagang, sehingga menarik untuk melakukan diskusi melalui metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip hukum Lex Superior Derogat Lex Inferiori, yang merupakan prinsip yang menafsirkan norma hukum yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam memecahkan masalah. Hal ini berimplikasi kedudukan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, tidak lebih mengikat dengan kedudukan dan daya mengikat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis.
本文从法律政治的角度对商标进行了探讨。关于印尼语使用的2019年第63号总统条例规定了印度尼西亚公民或印度尼西亚法人拥有的商标必须使用印尼语,这与关于商标的功能和目的的2016年第20号《商标和地理标志法》存在冲突,因此通过规范的司法方法进行讨论是很有趣的。本文的研究结果表明,高等法克减下法原则作为一种解释高等法律规范的原则,可以作为解决问题的工具之一。因此,2019年第63号总统令的地位与2016年第20号《商标和地理标志法》的地位和约束力相同。文章摘要:文章摘要:文章的主要内容是文章的政治观点。2016年7月10日,印尼地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理,马来西亚地理地理。Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa princsip hukum Lex Superior legoria Lex inferori, yang merupakan princsip yang menafsirkan norma hukum yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam memecahkan masalah。2019年10月63日,2016年10月20日,马来西亚总统阁下。