H. Setiawan, Adhani Wardianti, Iyus Yusuf, Andi Azikin
{"title":"ANAK SEBAGAI PELAKU TERORISME DALAM PERSPEKTIF EKOLOGI SOSIAL","authors":"H. Setiawan, Adhani Wardianti, Iyus Yusuf, Andi Azikin","doi":"10.33007/INF.V6I3.2400","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kejahatan terorisme dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, karena seringkali korbannya adalah masyarakat yang tidak berdosa. Fenomena baru yang muncul sebagai tindak kriminal di Indonesia adalah anak-anak yang dijadikan kader oleh para teroris. Penanganan anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme maupun anak dalam jaringan terorisme harus mendapat perhatian yang serius baik pemerintah maupun masyarakat. Tulisan ini akan menjawab dua permasalahan penting yaitu bagaimana posisi anak sebagai pelaku terorisme dalam perspektif ekologi sosial dan bagaimana implikasi kebijakan penanganan anak sebagai pelaku terorisme. Hasil kajian menunjukan bahwa lingkungan sosial yang mempengaruhi anak antara lain; lingkungan keluarga, kelompok sebaya, masyarakat dan peran media dalam membentuk menjadi seorang teroris. Sehingga anak sebagai pelaku teroris bukan hanya permasalahan hukum semata, namun permasalahan lingkungan yang membentuk perkembangan anak juga harus diselesaikan. Pandangan ekologi sosial cenderung memandang anak sebagai pelaku teroris merupakan korban dari lingkungan sosial yang membentuknya. Ketidaknyamanan di keluarga, penolakan masyarakat, ajakan teman sebaya dan pengaruh media yang dikendalikan teroris merupakan penyebab anak ikut dalam jaringan terorisme. Cara pandang ini akan berimplikasi pada kebijakan yang akan diambil dalam menyelesaikan permasalahan ini. Tulisan ini merekomendasikan bahwa anak seperti ini tidak boleh dipidana penjara, melainkan harus memperoleh program perlindungan khusus berupa deradikalisasi melalui reedukasi, konseling, rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.","PeriodicalId":229919,"journal":{"name":"Sosio informa","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"5","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Sosio informa","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33007/INF.V6I3.2400","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 5
Abstract
Kejahatan terorisme dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, karena seringkali korbannya adalah masyarakat yang tidak berdosa. Fenomena baru yang muncul sebagai tindak kriminal di Indonesia adalah anak-anak yang dijadikan kader oleh para teroris. Penanganan anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme maupun anak dalam jaringan terorisme harus mendapat perhatian yang serius baik pemerintah maupun masyarakat. Tulisan ini akan menjawab dua permasalahan penting yaitu bagaimana posisi anak sebagai pelaku terorisme dalam perspektif ekologi sosial dan bagaimana implikasi kebijakan penanganan anak sebagai pelaku terorisme. Hasil kajian menunjukan bahwa lingkungan sosial yang mempengaruhi anak antara lain; lingkungan keluarga, kelompok sebaya, masyarakat dan peran media dalam membentuk menjadi seorang teroris. Sehingga anak sebagai pelaku teroris bukan hanya permasalahan hukum semata, namun permasalahan lingkungan yang membentuk perkembangan anak juga harus diselesaikan. Pandangan ekologi sosial cenderung memandang anak sebagai pelaku teroris merupakan korban dari lingkungan sosial yang membentuknya. Ketidaknyamanan di keluarga, penolakan masyarakat, ajakan teman sebaya dan pengaruh media yang dikendalikan teroris merupakan penyebab anak ikut dalam jaringan terorisme. Cara pandang ini akan berimplikasi pada kebijakan yang akan diambil dalam menyelesaikan permasalahan ini. Tulisan ini merekomendasikan bahwa anak seperti ini tidak boleh dipidana penjara, melainkan harus memperoleh program perlindungan khusus berupa deradikalisasi melalui reedukasi, konseling, rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.