BLESSING IN DISGUISE TEORI RECEPTIE: DAMPAK TEORI RECEPTIE PADA TRADISI PENYALINAN DAN PENULISAN ULANG MANUSKRIP HUKUM ADAT DAN UNDANG-UNDANG KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

istinbath Pub Date : 2021-02-13 DOI:10.20414/IJHI.V19I2.268
Anis Masykhur
{"title":"BLESSING IN DISGUISE TEORI RECEPTIE: DAMPAK TEORI RECEPTIE PADA TRADISI PENYALINAN DAN PENULISAN ULANG MANUSKRIP HUKUM ADAT DAN UNDANG-UNDANG KERAJAAN ISLAM NUSANTARA","authors":"Anis Masykhur","doi":"10.20414/IJHI.V19I2.268","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kebijakan politik penjajah Belanda di akhir abad 19 dan awal abad 20 adalah menindaklanjuti rekomendasi kajian Snouck Hurgronje terutama dalam kontek hubungan Islam dengan politik dan hubungan Islam dengan adat. Salah satu rekomendasinya adalah Islam harus dipisahkan dari aspek politik. Dalam hal relasi dengan hukum adat, hukum Islam baru dapat diberlakukan ketika tidak bertentangan dengan hukum adat atau dapat pengakuan dari hukum adat, yang kemudian di kalangan ahli hukum adat dikenal dengan teori receptie. Implementasi teori receptie ini bernilai negatif bagi eksistensi hukum Islam. Namun demikian, sisi positifnya tidak bisa diabaikan. Beberapa kebijakan yang dilakukan penjajah adalah memobilisasi kerajaan-kerajaan di nusantara untuk melakukan transmisi naskah berupa penyalinan, penulisan ulang dan pembukuan kitab-kitab undang-undang kerajaan dan hukum adat yang berlaku saat itu. Penelitian ini merupakan studi dokumen naskah hukum adat dan naskah undang-undang yang pernah diberlakukan di beberapa kerajaan Islam Nusantara dengan mencermati masa penulisan, pengundangan, dan penyalinan ulang. Dalam analisisnya dilengkapi dengan pendekatan sejarah. Temuan penelitian ini menyatakan pasca penerimaan teori receptie, pelaksanaan penulisan ulang dokumen hukum adat cukup intensif dan mengalami puncaknya ketika dibukukan dalam adatrechtbundels yang berjumlah 45 jilid. Jilid I dicetak pertama kali pada tahun 1910 M. Dengan pembukuan tersebut, Pemerintah Belanda ingin menegaskan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum adat. Padahal, dengan mengunggulkan hukum adat, pada hakikatnya mengunggulkan hukum Islam juga.","PeriodicalId":222441,"journal":{"name":"istinbath","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-02-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"istinbath","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20414/IJHI.V19I2.268","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

Kebijakan politik penjajah Belanda di akhir abad 19 dan awal abad 20 adalah menindaklanjuti rekomendasi kajian Snouck Hurgronje terutama dalam kontek hubungan Islam dengan politik dan hubungan Islam dengan adat. Salah satu rekomendasinya adalah Islam harus dipisahkan dari aspek politik. Dalam hal relasi dengan hukum adat, hukum Islam baru dapat diberlakukan ketika tidak bertentangan dengan hukum adat atau dapat pengakuan dari hukum adat, yang kemudian di kalangan ahli hukum adat dikenal dengan teori receptie. Implementasi teori receptie ini bernilai negatif bagi eksistensi hukum Islam. Namun demikian, sisi positifnya tidak bisa diabaikan. Beberapa kebijakan yang dilakukan penjajah adalah memobilisasi kerajaan-kerajaan di nusantara untuk melakukan transmisi naskah berupa penyalinan, penulisan ulang dan pembukuan kitab-kitab undang-undang kerajaan dan hukum adat yang berlaku saat itu. Penelitian ini merupakan studi dokumen naskah hukum adat dan naskah undang-undang yang pernah diberlakukan di beberapa kerajaan Islam Nusantara dengan mencermati masa penulisan, pengundangan, dan penyalinan ulang. Dalam analisisnya dilengkapi dengan pendekatan sejarah. Temuan penelitian ini menyatakan pasca penerimaan teori receptie, pelaksanaan penulisan ulang dokumen hukum adat cukup intensif dan mengalami puncaknya ketika dibukukan dalam adatrechtbundels yang berjumlah 45 jilid. Jilid I dicetak pertama kali pada tahun 1910 M. Dengan pembukuan tersebut, Pemerintah Belanda ingin menegaskan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum adat. Padahal, dengan mengunggulkan hukum adat, pada hakikatnya mengunggulkan hukum Islam juga.
荷兰殖民者在19世纪末和20世纪初的政治政策是在伊斯兰教与政治关系以及伊斯兰教与习俗关系的支持下进行的。它的建议之一是伊斯兰教应该远离政治。在与部落法有关的问题上,只有在不与部落法相冲突的情况下,才可以执行伊斯兰法律,也可以得到部落法学家的承认。这种再主义理论的实施对伊斯兰法律的存在是不利的。无论如何,积极的一面是不容忽视的。一些殖民者所做的政策是调动各国在群岛进行圣经抄写、重写剧本传输和记账国和当时的普通法适用的法律。这项研究是对努桑塔拉伊斯兰王国过去制定的传统法律和法律文本的研究,该文件是通过仔细研究书写、盗窃和复制的时间来研究的。他的分析涉及到历史的方法。这个研究发现,宣布接受receptie理论后,执行重写文件非常密集和体验顶峰当普通法猫腻的adatrechtbundels共有45卷。第一本印刷于公元前1910年,荷兰政府想要确认当地的法律是一种原住民法律。然而,把普通法置于一等地位,实际上也使伊斯兰法律置于一等地位。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信