{"title":"NASI LIWET SOLO, KULINER TRADISIONAL DENGAN KEUNIKAN SEJARAH, BUDAYA DAN FILOSOFI","authors":"I. Krisnawati","doi":"10.31334/jd.v3i2.2216","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Nasi Liwet Solo adalah salah satu kuliner tradisional dari kota Solo. Nasi liwet Solo terdiri dari nasi gurih yang disajikan bersama sayur lodeh labu siam, ayam suwir, areh putih (kumut), telur kukus, dan dimakan dengan krupuk rambak. Sebagai salah satu kekayaan kuliner tradisional, Nasi Liwet Solo perlu dilestarikan. Untuk itu, Nasi Liwet Solo perlu didokumentasikan dengan baik, hanya saja hingga saat ini data tertulis yang lengkap mengenai nasi liwet belum banyak tersedia. Karena itulah penelitian ini dilakukan.Dua hal yang disoroti dalam penelitian ini adalah keotentikan dan keunikan nasi liwet, dimana variable keotentikan terdiri dari bahan dan citarasa sedangkan variable keunikan terdiri dari cara penyajian, teknik memasak, serta sejarah, budaya, dan filosofinya.Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian, sejak pertama dijual hingga sekarang, Nasi Liwet Solo dapat dikatakan masih otentik, karena bahan dan citarasanya masih sama. Begitu juga dalam hal keunikan, dimana teknik memasak dan cara penyajiannya masih sama. Para pedagang nasi liwet masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, penyajiannya pun tetap menggunakan pincukan daun pisang atau piring beralas daun. Berdasarkan sejarah, cikal bakal nasi liwet berawal dari nasi gurih yang biasa disajikan dalam ritual di Keraton Solo tiap Kamis malam yang kemudian dibagikan kepada masyarakat, kebiasaan yang telah berlangsung sejak jaman Mataram Islam. Masyarakat ternyata menyukai lalu meniru. Sejak abad 19, nasi liwet mulai dijual dengan kelengkapan sebagaimana dikenal saat ini. Dalam budaya masyarakat Jawa, nasi liwet atau nasi gurih adalah bagian penting dari berbagai ritual. Nasi liwet merupakan simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad dan Siti Khadijah. Cara masyarakat Jawa memberikan penghormatan kepada orang yang dimuliakan adalah dengan menyajikan makanan kesukaannya. Dalam pengetahuan masyarakat, Nabi Muhammad menyukai nasi samin, maka dibuatlah tiruannya sesuai bahan yang ada, yaitu nasi gurih. Dengan memuliakan rasul-NYA, diharapkan segala hajat yang diinginkan akan lebih mudah tersampaikan dan dikabulkan Tuhan. Sedangkan filosofi atau makna yang terkandung dalam ritual nasi liwet serta kelengkapannya secara simbolik, pada umumnya adalah untuk mendapatkan keberkahan dan keselamatan dalam hidup. ","PeriodicalId":271901,"journal":{"name":"Destinesia : Jurnal Hospitaliti dan Pariwisata","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Destinesia : Jurnal Hospitaliti dan Pariwisata","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31334/jd.v3i2.2216","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Nasi Liwet Solo adalah salah satu kuliner tradisional dari kota Solo. Nasi liwet Solo terdiri dari nasi gurih yang disajikan bersama sayur lodeh labu siam, ayam suwir, areh putih (kumut), telur kukus, dan dimakan dengan krupuk rambak. Sebagai salah satu kekayaan kuliner tradisional, Nasi Liwet Solo perlu dilestarikan. Untuk itu, Nasi Liwet Solo perlu didokumentasikan dengan baik, hanya saja hingga saat ini data tertulis yang lengkap mengenai nasi liwet belum banyak tersedia. Karena itulah penelitian ini dilakukan.Dua hal yang disoroti dalam penelitian ini adalah keotentikan dan keunikan nasi liwet, dimana variable keotentikan terdiri dari bahan dan citarasa sedangkan variable keunikan terdiri dari cara penyajian, teknik memasak, serta sejarah, budaya, dan filosofinya.Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian, sejak pertama dijual hingga sekarang, Nasi Liwet Solo dapat dikatakan masih otentik, karena bahan dan citarasanya masih sama. Begitu juga dalam hal keunikan, dimana teknik memasak dan cara penyajiannya masih sama. Para pedagang nasi liwet masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, penyajiannya pun tetap menggunakan pincukan daun pisang atau piring beralas daun. Berdasarkan sejarah, cikal bakal nasi liwet berawal dari nasi gurih yang biasa disajikan dalam ritual di Keraton Solo tiap Kamis malam yang kemudian dibagikan kepada masyarakat, kebiasaan yang telah berlangsung sejak jaman Mataram Islam. Masyarakat ternyata menyukai lalu meniru. Sejak abad 19, nasi liwet mulai dijual dengan kelengkapan sebagaimana dikenal saat ini. Dalam budaya masyarakat Jawa, nasi liwet atau nasi gurih adalah bagian penting dari berbagai ritual. Nasi liwet merupakan simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad dan Siti Khadijah. Cara masyarakat Jawa memberikan penghormatan kepada orang yang dimuliakan adalah dengan menyajikan makanan kesukaannya. Dalam pengetahuan masyarakat, Nabi Muhammad menyukai nasi samin, maka dibuatlah tiruannya sesuai bahan yang ada, yaitu nasi gurih. Dengan memuliakan rasul-NYA, diharapkan segala hajat yang diinginkan akan lebih mudah tersampaikan dan dikabulkan Tuhan. Sedangkan filosofi atau makna yang terkandung dalam ritual nasi liwet serta kelengkapannya secara simbolik, pada umumnya adalah untuk mendapatkan keberkahan dan keselamatan dalam hidup.