{"title":"Kedudukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh Menurut Qanun Nomor 17 Tahun 2013","authors":"T. Randa, Wahyu Ramadhani","doi":"10.24815/SKLJ.V4I3.18268","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Aceh merupakan salah satu daerah provinsi di Indonesia yang mendapatkan status otonomi khusus. Pelaksanaan otonomi khusus di Aceh diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (selanjutnya disebut UUPA).. Pembentukan KKR di Aceh didasarkan pada Pasal 229 Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, kemudian dilegalkan dalam Qanun No. 17 Tahun 2013. Keberadaan KKR Aceh makin menimbulkan polemik setelah Gubernur Aceh mengangkat beberapa anggota KKR Aceh berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 162/796/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan KKR Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk mengetahui Faktor-faktor apasajakah dibentuknya KKR Aceh menurut Qanun No. 17 Tahun 2013, untuk mengetahui kendala dan upaya KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau lebih di kenal dengan data sekunder seperti buku-buku, peraturan perundangan atau bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan. Hasil Kedudukan KKR Aceh merupakan mandat langsung dari ketentuan Pasal 229 UU Pemerintahan Aceh yang kemudian diakomodir dalam Qanun No. 17 Tahun 2013. Hal ini dikuatkan dengan penunjukan anggota KKR Aceh berdasarkan Keputusan Gubernur No162/796/2016 Tentang Penetapan Anggota Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Aceh Atas regulasi tersebut kedudukan KKRAceh merupakan amanah dalam pelaksanaan otonomi khusus di Aceh dalam menegakkan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Faktor-faktor dibentuknya KKR Aceh menurut Qanun Nomor 17 Tahun 2013 yaitu Menyelesaikan pelanggaran HAM berat pada masa lalu di luar pengaduan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa, dalam hal ini KKR di di tujukan agar dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Kendala dan upaya KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan, maka dalam hal ini kendala KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya yaitu pada komisi kebenaran dan rekonsiliasi tidak diatur secara khusus didalam Qanun Nomor 17 Tahun 2013 maka dalam hal ini harus dibenahi oleh pejabat terkait di pemerintahan Aceh. Adapun Upaya yang harus dilakukan mengenai KKR Aceh itu sendiri adalah mengatur tentang dua hal yang luput diatur oleh Qanun sebelumnya, yakni mengenai pola pengambilan keputusan dan pergantian antar komisi.","PeriodicalId":142500,"journal":{"name":"Syiah Kuala Law Journal","volume":"95 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Syiah Kuala Law Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24815/SKLJ.V4I3.18268","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Aceh merupakan salah satu daerah provinsi di Indonesia yang mendapatkan status otonomi khusus. Pelaksanaan otonomi khusus di Aceh diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (selanjutnya disebut UUPA).. Pembentukan KKR di Aceh didasarkan pada Pasal 229 Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, kemudian dilegalkan dalam Qanun No. 17 Tahun 2013. Keberadaan KKR Aceh makin menimbulkan polemik setelah Gubernur Aceh mengangkat beberapa anggota KKR Aceh berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 162/796/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan KKR Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk mengetahui Faktor-faktor apasajakah dibentuknya KKR Aceh menurut Qanun No. 17 Tahun 2013, untuk mengetahui kendala dan upaya KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau lebih di kenal dengan data sekunder seperti buku-buku, peraturan perundangan atau bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan. Hasil Kedudukan KKR Aceh merupakan mandat langsung dari ketentuan Pasal 229 UU Pemerintahan Aceh yang kemudian diakomodir dalam Qanun No. 17 Tahun 2013. Hal ini dikuatkan dengan penunjukan anggota KKR Aceh berdasarkan Keputusan Gubernur No162/796/2016 Tentang Penetapan Anggota Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Aceh Atas regulasi tersebut kedudukan KKRAceh merupakan amanah dalam pelaksanaan otonomi khusus di Aceh dalam menegakkan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Faktor-faktor dibentuknya KKR Aceh menurut Qanun Nomor 17 Tahun 2013 yaitu Menyelesaikan pelanggaran HAM berat pada masa lalu di luar pengaduan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa, dalam hal ini KKR di di tujukan agar dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Kendala dan upaya KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan, maka dalam hal ini kendala KKR Aceh dalam menjalankan kewenangannya yaitu pada komisi kebenaran dan rekonsiliasi tidak diatur secara khusus didalam Qanun Nomor 17 Tahun 2013 maka dalam hal ini harus dibenahi oleh pejabat terkait di pemerintahan Aceh. Adapun Upaya yang harus dilakukan mengenai KKR Aceh itu sendiri adalah mengatur tentang dua hal yang luput diatur oleh Qanun sebelumnya, yakni mengenai pola pengambilan keputusan dan pergantian antar komisi.