Menjadi seorang berkeyakinan sekuler di Indonesia: Efek secular beliefs terhadap significance loss yang dimediasi oleh kesepian

{"title":"Menjadi seorang berkeyakinan sekuler di Indonesia: Efek secular beliefs terhadap significance loss yang dimediasi oleh kesepian","authors":"","doi":"10.7454/jps.2023.05","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia diyakini menyebabkan pudarnya peran agama di dunia. Meskipun begitu, pernyataan ini menuai berbagai perdebatan. Berbagai temuan menunjukkan bahwa penurunan peran agama tidak dapat digeneralisasikan pada semua konteks. Peran agama cenderung bertahan dan terus menguat pada negara yang rentan, meskipun terdapat pengecualian pada sebagian negara maju. Pada konteks Indonesia, agama berperan besar dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara religius menolak nilai-nilai sekularisme. Sebagian besar penelitian terdahulu berfokus membahas tentang tren perkembangan sekularisme di berbagai budaya. Penelitian ini berusaha untuk melampaui fokus penelitian terdahulu dengan mempertimbangkan konteks penelitian yaitu dampak menjadi seorang sekuler di negara religius. Lebih spesifiknya, peneliti akan menguji secular beliefs memprediksi significance loss yang dijelaskan oleh kesepian. Terdapat 554 partisipan (perempuan = 73,3%, laki-laki = 25,6%, dan lainnya = 1,1%) yang merupakan WNI berusia 18 tahun ke atas (M = 25,62 dan SD = 8,427). Hasil analisis mediasi menunjukkan hasil yang bervariasi pada tiga dimensi secular beliefs. Pada dimensi 1 (menolak penjelasan supernatural) dan dimensi 3 (dukungan terhadap rasionalisasi manusia) secara signifikan memprediksi significance loss yang dimediasi oleh kesepian. Artinya, semakin tinggi kecenderungan orang pada dua dimensi tersebut maka semakin merasa tidak berharga yang disebabkan oleh kesepian. Mengingat Indonesia merupakan negara yang mengutamakan agama dan mengakui adanya entitas transendental maka orang sekuler dianggap menyimpang dari norma umum masyarakat dan mengalami eksklusi sosial dan penilaian negatif – yang pada gilirannya menyebabkan significance loss. Sedangkan pada dimensi 2 yaitu pemisahan agama dan negara dinilai lazim karena Indonesia bukan negara teokrasi yang bersumber dari hukum agama.","PeriodicalId":282612,"journal":{"name":"Jurnal Psikologi Sosial","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Psikologi Sosial","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.7454/jps.2023.05","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia diyakini menyebabkan pudarnya peran agama di dunia. Meskipun begitu, pernyataan ini menuai berbagai perdebatan. Berbagai temuan menunjukkan bahwa penurunan peran agama tidak dapat digeneralisasikan pada semua konteks. Peran agama cenderung bertahan dan terus menguat pada negara yang rentan, meskipun terdapat pengecualian pada sebagian negara maju. Pada konteks Indonesia, agama berperan besar dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara religius menolak nilai-nilai sekularisme. Sebagian besar penelitian terdahulu berfokus membahas tentang tren perkembangan sekularisme di berbagai budaya. Penelitian ini berusaha untuk melampaui fokus penelitian terdahulu dengan mempertimbangkan konteks penelitian yaitu dampak menjadi seorang sekuler di negara religius. Lebih spesifiknya, peneliti akan menguji secular beliefs memprediksi significance loss yang dijelaskan oleh kesepian. Terdapat 554 partisipan (perempuan = 73,3%, laki-laki = 25,6%, dan lainnya = 1,1%) yang merupakan WNI berusia 18 tahun ke atas (M = 25,62 dan SD = 8,427). Hasil analisis mediasi menunjukkan hasil yang bervariasi pada tiga dimensi secular beliefs. Pada dimensi 1 (menolak penjelasan supernatural) dan dimensi 3 (dukungan terhadap rasionalisasi manusia) secara signifikan memprediksi significance loss yang dimediasi oleh kesepian. Artinya, semakin tinggi kecenderungan orang pada dua dimensi tersebut maka semakin merasa tidak berharga yang disebabkan oleh kesepian. Mengingat Indonesia merupakan negara yang mengutamakan agama dan mengakui adanya entitas transendental maka orang sekuler dianggap menyimpang dari norma umum masyarakat dan mengalami eksklusi sosial dan penilaian negatif – yang pada gilirannya menyebabkan significance loss. Sedangkan pada dimensi 2 yaitu pemisahan agama dan negara dinilai lazim karena Indonesia bukan negara teokrasi yang bersumber dari hukum agama.
成为印度尼西亚的一个世俗信仰:对意味深长的侵蚀的证券信仰的影响被孤独所缓和
人类思想和科学的发展被认为是世界上宗教角色减少的原因。尽管如此,这种说法还是引起了争议。研究结果表明,宗教在所有语境上的衰落是不可能实现的。尽管发达国家有一些例外,但宗教的作用往往持续存在,并继续加强脆弱国家的力量。在印度尼西亚的背景下,宗教在日常生活中扮演着重要而不可分割的角色。因此,作为一个宗教国家,印度尼西亚拒绝世俗主义价值观。过去的研究大多集中在不同文化的世俗主义发展趋势上。本研究试图超越以前研究的重点,考虑到研究的背景,即在一个宗教国家成为世俗主义者的影响。更具体地说,研究人员将测试刚性beliefs预测的孤独所解释的意义损失。共有554名参与者(女性= 73.3%,男性= 25.6%,其他= 1.1%),分别是18岁以上的WNI (M = 25.62和SD = 8.427)。中介分析结果显示,三维安全beliefs的结果是不同的。在1级(拒绝超自然的解释)和3级(支持人类合理化)上,我们能显著预测孤独所缓和的意义损失。这意味着人们在两个维度上的倾向越高,就越觉得孤独是没有价值的。考虑到印尼是一个宗教至上的国家,承认一个超然的实体,世俗主义者被认为背离了社会的普遍价值,遭受了社会排斥和负面评价,这反过来又导致了意味深长的损失。而在宗教和国家分裂的第二维度被认为是普遍的,因为印度尼西亚不是一个神权政体国家,其根源是宗教法律。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信