{"title":"Kewajiban Terhadap Anak Setelah Putusnya Perkawinan (Studi Kasus Perdata Reg: No. 264/ Pdt.G/2013/Pa.Tba)","authors":"Andrianus Andri","doi":"10.56874/el-ahli.v2i2.514","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban terhadap anak setelah putusnya perkawinan menurut undang-undang perkawinan dan KHI studi kasus perdata Reg : No.264/pdt.G/2013/PA.Tba. Pada kenyataannya untuk rentang waktu tahun terakhir 2014 telah menerima 752 perkara dalam 11 jenis, dengan didominasi untuk cerai gugat mencapai 724 perkara atau sama dengan ( 96,28% ). Seluruhnya telah diproses dan selesai dalam berbagai produk yaitu diputus dengan dikabulkan 597 perkara atau sama dengan (82,46%), angka ini adalah angka yang sangat spektakuler dalam persoalan rumah tangga muslim, padahal ajaran Islam memandang bahwa perceraian adalah suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji (dibenci Allah) karena dengan perceraian bukan berarti berakhir segala masalah rumah tangga, akan muncul lagi dampak lain sebagai kausalisasinya seperti masalah pemeliharaan dan perlindungan anak dan harta bersama. Dari sekian jumlah perkara perceraian alasan perkara atau faktor persengketaan yang dijadikan sebagai pokok masalah adalah “percekcokan/syiqoq” dan “tidak bertanggung jawab/taklik talak”, mencapai 562 perkara sama dengan (77,62%) kondisi ini adalah cerminan tidak siapnya pasangan suami istri untuk membangun rumah tangga yang ideal”sakinah,mawaddah” dan” rahmah” Namun demikian, pada kali ini penulis mengangkat satu kasus perkara untuk dianalisis yaitu Reg: No. 264/Pdt.G/2013/PA.Tba yang telah inkracht dalam penyelesaian hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tanjung Balai.","PeriodicalId":217839,"journal":{"name":"El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.56874/el-ahli.v2i2.514","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban terhadap anak setelah putusnya perkawinan menurut undang-undang perkawinan dan KHI studi kasus perdata Reg : No.264/pdt.G/2013/PA.Tba. Pada kenyataannya untuk rentang waktu tahun terakhir 2014 telah menerima 752 perkara dalam 11 jenis, dengan didominasi untuk cerai gugat mencapai 724 perkara atau sama dengan ( 96,28% ). Seluruhnya telah diproses dan selesai dalam berbagai produk yaitu diputus dengan dikabulkan 597 perkara atau sama dengan (82,46%), angka ini adalah angka yang sangat spektakuler dalam persoalan rumah tangga muslim, padahal ajaran Islam memandang bahwa perceraian adalah suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji (dibenci Allah) karena dengan perceraian bukan berarti berakhir segala masalah rumah tangga, akan muncul lagi dampak lain sebagai kausalisasinya seperti masalah pemeliharaan dan perlindungan anak dan harta bersama. Dari sekian jumlah perkara perceraian alasan perkara atau faktor persengketaan yang dijadikan sebagai pokok masalah adalah “percekcokan/syiqoq” dan “tidak bertanggung jawab/taklik talak”, mencapai 562 perkara sama dengan (77,62%) kondisi ini adalah cerminan tidak siapnya pasangan suami istri untuk membangun rumah tangga yang ideal”sakinah,mawaddah” dan” rahmah” Namun demikian, pada kali ini penulis mengangkat satu kasus perkara untuk dianalisis yaitu Reg: No. 264/Pdt.G/2013/PA.Tba yang telah inkracht dalam penyelesaian hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tanjung Balai.