TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DIHUBUNGKAN DENGAN UPAYA KESEHATAN

bagus anom
{"title":"TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DIHUBUNGKAN DENGAN UPAYA KESEHATAN","authors":"bagus anom","doi":"10.29313/AKTUALITA.V0I0.6512","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang dilakukan oleh pegawai atau bawahannya. Jika tenaga kesehatan baik medis maupun nonmedis bekerja untuk rumah sakit, maka mereka berada di bawah mekanisme pengawasan rumah sakit. Ini berarti rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas tindakan dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Oleh karena itu secara condition sino quanon tidak salah jika tuntutan ganti kerugian ditujukan kepada rumah sakit. Selain itu, dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ditegaskan bahwa sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran atau tindakan medis. Penyebab terjadinya resistensi antibiotik secara global adalah multifaktorial dan kompleks, meliputi permasalahannya pada prescriber (ketidakpastian diagnosis, kurangnya pengetahuan, insentif dan lain-lain), dispenser (penggunaan obat-obat standar, kurangnya aturan dispensing), pasien (tekanan terhadap dokter, pengobatan sendiri, akses antibiotik secara bebas) dan fasilitas pelayanan kesehatan (kurangnya pengendalian infeksi yang dapat memicu penyebaran organisme yang resisten terhadap antibiotik). Salah satu contoh kegagalan program pengendalian resistensi antimikroba yang cukup terkenal adalah kasus bakteremia Gram negatif yang terjadi di Jerman pada tahun 1983.Bakteri Gram negatif yang paling sering diisolasidi ICU anak adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Enterobacter cloacae, dan Klebsiella pneumoniae. Sumber bakteremia tersering adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Melihat keadaan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1). Untuk menemukan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. 2). Untuk menemukan tanggung jawab rumah sakit terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Yuridis normatif karena penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dengan cara penguatan kapasitas tenaga kesehatan dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang resistensi antimikroba. Adapun upaya kuratif-rehabilitatif dijalankan dengan cara perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik, perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi, dan penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten.","PeriodicalId":349971,"journal":{"name":"Aktualita (Jurnal Hukum)","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Aktualita (Jurnal Hukum)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29313/AKTUALITA.V0I0.6512","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang dilakukan oleh pegawai atau bawahannya. Jika tenaga kesehatan baik medis maupun nonmedis bekerja untuk rumah sakit, maka mereka berada di bawah mekanisme pengawasan rumah sakit. Ini berarti rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas tindakan dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Oleh karena itu secara condition sino quanon tidak salah jika tuntutan ganti kerugian ditujukan kepada rumah sakit. Selain itu, dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ditegaskan bahwa sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran atau tindakan medis. Penyebab terjadinya resistensi antibiotik secara global adalah multifaktorial dan kompleks, meliputi permasalahannya pada prescriber (ketidakpastian diagnosis, kurangnya pengetahuan, insentif dan lain-lain), dispenser (penggunaan obat-obat standar, kurangnya aturan dispensing), pasien (tekanan terhadap dokter, pengobatan sendiri, akses antibiotik secara bebas) dan fasilitas pelayanan kesehatan (kurangnya pengendalian infeksi yang dapat memicu penyebaran organisme yang resisten terhadap antibiotik). Salah satu contoh kegagalan program pengendalian resistensi antimikroba yang cukup terkenal adalah kasus bakteremia Gram negatif yang terjadi di Jerman pada tahun 1983.Bakteri Gram negatif yang paling sering diisolasidi ICU anak adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Enterobacter cloacae, dan Klebsiella pneumoniae. Sumber bakteremia tersering adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Melihat keadaan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1). Untuk menemukan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. 2). Untuk menemukan tanggung jawab rumah sakit terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Yuridis normatif karena penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dengan cara penguatan kapasitas tenaga kesehatan dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang resistensi antimikroba. Adapun upaya kuratif-rehabilitatif dijalankan dengan cara perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik, perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi, dan penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten.
建立抗菌素耐药性控制计划的医院责任与卫生努力有关
根据《民法》第1367条(KUHPerdata),医院作为卫生保健机构对其雇员或下级所造成的损失负责。如果医疗和非医学保健工作者都在医院工作,那么他们就在医院的监督机构之下。这意味着医院对造成病人伤害的医生和其他卫生工作者的行为负有法律责任。因此,有关这点,应该向医院提出赔偿要求。此外,印度尼西亚共和国卫生部长章程第290节/Menkes/Per/III/2008节明确指出,卫生或医院机构应对执行医学法或医疗协议负责。造成全球抗生素耐药性的原因是多方面和复杂的,包括prescriber(不确定诊断、无知、激励等)、分离器(标准药物使用、缺乏纪律)、患者(医生、自我治疗、抗生素和卫生保健设施(缺乏对抗生素耐药性的感染控制)。1983年发生在德国的一种阴性菌耐药性病例是臭名昭著的抗菌素控制项目失败的一个例子。重症监护室中最常被隔离的阴性克细菌是输尿管、大肠杆菌、肠外麻醉和气动气孔。细菌最常见的来源是泌尿系统感染和肺炎。考虑到目前的情况,本研究的目标是1),找到医院中与卫生保健相关的抗菌素耐药性项目的实施。2).发现医院实施抗菌素耐药性计划的责任与卫生保健有关。本研究采用了规范性的法律性方法,采用定性的方法。因为这项研究是指法律法规中的法律规范。这是通过增加卫生保健能力和公众对抗菌素耐药性的认识来实现的。至于对抗生素数量的改进、抗生素使用质量的改进、多学科和综合感染病例治疗的改进以及由耐药微生物引起的医院感染人数的降低,则进行康复治疗。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信