Perjanjian Nominee Antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia dalam Praktik Jual Beli Tanah Hak Milik yang Dihubungkan dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
{"title":"Perjanjian Nominee Antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia dalam Praktik Jual Beli Tanah Hak Milik yang Dihubungkan dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata","authors":"Deny Haspada","doi":"10.32816/paramarta.v17i2.77","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Perjanjian nominee atau sering juga disebut dengan istilah perwakilan atau pinjam nama berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua belah pihak dalam bentuk akta otentik, dimana warga negara asing meminjam nama warga negara Indonesia untuk dicantumkan namanya sebagai pemilik tanah pada sertifikatnya, tetapi kemudian warga negara Indonesia berdasarkan akta pernyataan yang dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebenarnya adalah warga negara asing selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah tersebut dan penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada warga negara asing tersebut. Dalam pelaksanaannya perjanjian nominee ini dijadikan suatu celah bagi warga Negara asing untuk memiliki tanah di Negara Indonesia, dimana hal ini bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok-pokok agraria. Hal ini berakibat bahwa perjanjian nominee dijadikan suatu celah bagi WNA dalam pemilikan tanah di Indonesia, dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, maka perjanjian nominee adalah perjanjian yang batal sejak semula, karena perjanjian nominee dibuat secara tidak sah, dengan begitu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini beserta tujuannya ialah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian nominee dan akibat hukum bagi perjanjian nominee dalam praktik jual beli. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perjanjian nominee ini merupakan produk cacat hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia, dan perjanjian nominee ini merupakan suatu upaya penyelundupan hukum, maka dari itu perjanjian nominee ini bersifat tidak mengikat dan batal bagi kedua belah pihak.","PeriodicalId":402934,"journal":{"name":"Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-10-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32816/paramarta.v17i2.77","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Abstract
Perjanjian nominee atau sering juga disebut dengan istilah perwakilan atau pinjam nama berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua belah pihak dalam bentuk akta otentik, dimana warga negara asing meminjam nama warga negara Indonesia untuk dicantumkan namanya sebagai pemilik tanah pada sertifikatnya, tetapi kemudian warga negara Indonesia berdasarkan akta pernyataan yang dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebenarnya adalah warga negara asing selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah tersebut dan penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada warga negara asing tersebut. Dalam pelaksanaannya perjanjian nominee ini dijadikan suatu celah bagi warga Negara asing untuk memiliki tanah di Negara Indonesia, dimana hal ini bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok-pokok agraria. Hal ini berakibat bahwa perjanjian nominee dijadikan suatu celah bagi WNA dalam pemilikan tanah di Indonesia, dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, maka perjanjian nominee adalah perjanjian yang batal sejak semula, karena perjanjian nominee dibuat secara tidak sah, dengan begitu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini beserta tujuannya ialah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian nominee dan akibat hukum bagi perjanjian nominee dalam praktik jual beli. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perjanjian nominee ini merupakan produk cacat hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia, dan perjanjian nominee ini merupakan suatu upaya penyelundupan hukum, maka dari itu perjanjian nominee ini bersifat tidak mengikat dan batal bagi kedua belah pihak.