{"title":"Perlindungan Korban Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga (Perspektif Viktimologi dan KUHP Baru)","authors":"Hartanto, Arvita Hastarini, Dista Amelia Sontana","doi":"10.35473/rjh.v2i1.2253","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Households that were initially closed to authorities seem to be open now with the entry of public authorities, it is often people's awareness that even within the family there are many unsolved legal cases. Often witness and victim protection institutions that only protect criminal cases that have gone \"viral\" or have occurred with the parties are public figures, but every day at the middle and lower levels of society the same conflict problems occur. A patriarchal culture that has a gendered phenomenon has not been significantly reduced due to various cultural, social, economic, or even religious factors. So the problem is how victimology and the new criminal law can provide legal protection for victims of domestic violence, whose perpetrators are family members (close people) of the same house. Furthermore, how compensation/restitution for victims who experience violence is not limited to the physical appearance but more to the heart (spiritual).\nAbstrak\n Rumah tangga yang awalnya merupakan otoritas tertutup seolah saat ini terbuka dengan masuknya otoritas publik, sering kesadaran masyarakat bahwa didalam rumah tanggapun banyak menyimpan perkara hukum yang belum terungkap. Kerapkali lembaga perlindungan saksi dan korban yang hanya melindungi perkara pidana yang sudah “viral” atau yang terjadi dengan para pihak adalah tokoh publik, namun keseharian dalam tataran masyarakat menengah kebawahpun terjadi permasalahan konflik yang sama. Budaya patriaki yang berfenomena gender belum dapat terkurangi dengan signifikan karena berbagai faktor budaya, sosial, ekonomi, atau bahkan agama. Maka yang menjadi masalah adalah bagaimana viktimologi maupun undang-undang hukum pidana yang baru dapat memberi perlindungan hukum terhadap korban dalam kekerasan rumah tangga yang notabene pelakunya adalah anggota keluarga juga (orang dekat) serumah. Lebih lanjut bagaimana ganti rugi/ restitusi bagi korban yang mengalami kekerasan tidak sebatas fisik yang terlihat namun lebih banyak pada batiniah (rohani).","PeriodicalId":125934,"journal":{"name":"Rampai Jurnal Hukum (RJH)","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Rampai Jurnal Hukum (RJH)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.35473/rjh.v2i1.2253","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Households that were initially closed to authorities seem to be open now with the entry of public authorities, it is often people's awareness that even within the family there are many unsolved legal cases. Often witness and victim protection institutions that only protect criminal cases that have gone "viral" or have occurred with the parties are public figures, but every day at the middle and lower levels of society the same conflict problems occur. A patriarchal culture that has a gendered phenomenon has not been significantly reduced due to various cultural, social, economic, or even religious factors. So the problem is how victimology and the new criminal law can provide legal protection for victims of domestic violence, whose perpetrators are family members (close people) of the same house. Furthermore, how compensation/restitution for victims who experience violence is not limited to the physical appearance but more to the heart (spiritual).
Abstrak
Rumah tangga yang awalnya merupakan otoritas tertutup seolah saat ini terbuka dengan masuknya otoritas publik, sering kesadaran masyarakat bahwa didalam rumah tanggapun banyak menyimpan perkara hukum yang belum terungkap. Kerapkali lembaga perlindungan saksi dan korban yang hanya melindungi perkara pidana yang sudah “viral” atau yang terjadi dengan para pihak adalah tokoh publik, namun keseharian dalam tataran masyarakat menengah kebawahpun terjadi permasalahan konflik yang sama. Budaya patriaki yang berfenomena gender belum dapat terkurangi dengan signifikan karena berbagai faktor budaya, sosial, ekonomi, atau bahkan agama. Maka yang menjadi masalah adalah bagaimana viktimologi maupun undang-undang hukum pidana yang baru dapat memberi perlindungan hukum terhadap korban dalam kekerasan rumah tangga yang notabene pelakunya adalah anggota keluarga juga (orang dekat) serumah. Lebih lanjut bagaimana ganti rugi/ restitusi bagi korban yang mengalami kekerasan tidak sebatas fisik yang terlihat namun lebih banyak pada batiniah (rohani).
最初对当局关闭的家庭现在似乎随着公共当局的进入而开放,人们往往意识到即使在家庭内部也有许多未解决的法律案件。往往证人和受害者保护机构只保护那些已经“病毒式传播”或已经与当事人发生过冲突的刑事案件的公众人物,但在社会的中下层,同样的冲突问题每天都在发生。由于各种文化、社会、经济甚至宗教因素的影响,具有性别现象的父权文化并没有明显减少。因此,问题是受害人学和新刑法如何为家庭暴力的受害者提供法律保护,这些受害者的肇事者是同一家的家庭成员(亲密的人)。此外,如何对遭受暴力的受害者进行赔偿/赔偿不仅限于外表,而且更多地涉及心灵(精神)。【摘要】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】【中文译文】这句话的意思是“病毒”,意思是“病毒”,意思是“病毒”,意思是“病毒”,意思是“病毒”,意思是“病毒”。性别歧视是一种性别歧视现象,性别歧视是一种社会歧视,是一种社会歧视,一种经济歧视,一种社会歧视。Maka yang menjadi masalah adalah bagaimana viktimologi maupun undang undang hukum pidana yang baru dapat成员perlindungan hukum terhadap korban dalam kekerasan rumah tangga yang notabene pelakunya adalah anggota keluarga juga(猩猩)serumah。Lebih lanjut bagaimana ganti rugi/ restitiusi bagi korban yang mengalami kekerasan tidak sebatas fisik yang terlihat namun Lebih banyak pada batiniah(鲁哈尼)。