PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN KERAS (MIRAS) OLEH PEMPROV DKI JAKARTA DALAM KAITANNYA DENGAN GANGGUAN KEAMANAN, KETERTIBAN MASYARAKAT (KAMTIBMAS) DI DKI JAKARTA
{"title":"PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN KERAS (MIRAS) OLEH PEMPROV DKI JAKARTA DALAM KAITANNYA DENGAN GANGGUAN KEAMANAN, KETERTIBAN MASYARAKAT (KAMTIBMAS) DI DKI JAKARTA","authors":"Luqman Hadi Ramadhan, Sofa Laela","doi":"10.59066/jel.v1i3.98","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Berdasarkan Global Status Report on Alcohol and Health 2014, dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7%, yang berarti apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan alkohol. Resiko mengkonsumsi minuman keras bukan hanya menimbulkan masalah kesehatan, namun juga berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Penyusunan Jurnal ini merumuskan permasalahan mengenai upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan peredaran miras dan hambatan dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris. Adapun upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan peredaran miras adalah melakukan razia terhadap peredaran miras illegal, melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tidak sesuai dengan aturan, memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih ketat dan menggalakkan sambang kepada masyarakat untuk menyampaikan himbauan agar menghindari pesta miras, serta mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 187 Tahun 2014. Dalam upaya pengendalian peredaran minuman keras, Pemprov DKI Jakarta mengalami beberapa hambatan, diantaranya sanksi atau hukuman yang dapat diberikan kepada penjual minuman keras illegal yang tidak memberikan efek jera karena belum adanya peraturan yang secara spesifik memberikan hukuman atau sanksi yang tegas dan kurangnya peran serta kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari mengonsumsi minuman keras.","PeriodicalId":366150,"journal":{"name":"Journal Evidence Of Law","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal Evidence Of Law","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.59066/jel.v1i3.98","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Berdasarkan Global Status Report on Alcohol and Health 2014, dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7%, yang berarti apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan alkohol. Resiko mengkonsumsi minuman keras bukan hanya menimbulkan masalah kesehatan, namun juga berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Penyusunan Jurnal ini merumuskan permasalahan mengenai upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan peredaran miras dan hambatan dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris. Adapun upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan peredaran miras adalah melakukan razia terhadap peredaran miras illegal, melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tidak sesuai dengan aturan, memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih ketat dan menggalakkan sambang kepada masyarakat untuk menyampaikan himbauan agar menghindari pesta miras, serta mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 187 Tahun 2014. Dalam upaya pengendalian peredaran minuman keras, Pemprov DKI Jakarta mengalami beberapa hambatan, diantaranya sanksi atau hukuman yang dapat diberikan kepada penjual minuman keras illegal yang tidak memberikan efek jera karena belum adanya peraturan yang secara spesifik memberikan hukuman atau sanksi yang tegas dan kurangnya peran serta kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari mengonsumsi minuman keras.