MAZHAB FIQH DALAM PANDANGAN SYARIAT ISLAM (Mengkritisi Pendapat Mewajibkan Satu Mazhab)

M. Hadi
{"title":"MAZHAB FIQH DALAM PANDANGAN SYARIAT ISLAM (Mengkritisi Pendapat Mewajibkan Satu Mazhab)","authors":"M. Hadi","doi":"10.22373/dusturiah.v7i2.3256","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRAK \nTulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan mazhab Fiqh dalam Islam dan hukum bermazhab. Banyak persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman persoalan mazhab seperti sikap taqlid, fanatisme mazhab dan pendapat mewajibkan suatu mazhab tertentu. Akibatnya, timbul perpecahan dalam ummat Islam hanya gara-gara berbeda mazhab. Lebih ekstrim lagi, hanya karena berbeda dengan mazhabnya atau doktrin ulamanya, maka al-Quran dan Haditspun ditolak. Istilah “mazhab” tidak dikenal pada masa para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Mazhab-mazhab muncul setelah masa ketiga generasi awal tersebut yaitu pada abad kedua Hijriah. Masa ini dikenal dengan periode imam-imam mujtahid. Namun, para imam tidak mewajibkan mazhab mereka untuk diikuti. Bahkan mereka memerintahkan para murid dan pengikut mazhabnya untuk mengikuti dalil. Istilah “mazhab” menjadi semakin populer pada pertengahan abad ke empat, karena para ulama pengikut mazhab (muqallidin) mengfokuskan diri dalam mengembangkan dan menyebarkan mazhab imamnya masing-masing. Mereka meninggalkan ijtihad dan bertaqlid kepada imam-imam mazhab empat. Menurut mereka, pintu ijtihad telah tertutup. Maka mereka mewajibkan taqlid kepada imam atau mazhab tertentu dan tidak boleh berbeda darinya. Sejak masa inilah pemikiran dan keilmuan umat Islam mengalami kemunduran. Kondisi ini mendapatkan kritikan tajam dari para ulama besar seperti Imam Addabusi Al-Hanafi, Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H), Imam Ibnu Abdi al-Bar (wafat 463 H), al-Hafizh Ibnu al-Jauzi (wafat 597), Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H), Imam Abu Syamah (wafat 665 H), Imam Nawawi (wafat 676), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H), Imam Ibnu al-Qayyim (wafat 751 H), Imam asy-Syatibi (wafat 790 H), Imam Sayuthi (wafat 911) dan para tokoh ulama lainnya. Mereka mengecam taqlid para ulama dan menyerukan mereka untuk berijtihad. Tulisan ini menyimpulkan bahwa mazhab adalah pendapat para ulama mujtahidin yang tidak ma’shum. Mazhab merupakan madrasah dalam belajar syariat. Mazhab bukan syariat yang mutlak kebenarannya dan wajib diikuti. Mengikuti syariat (al-Quran dan as-Sunnah) hukumnya wajib. Adapun mazhab tidak wajib. Taqlid terhadap imam atau mazhab tertentu haram bagi seorang mujtahid. Kewajiban bagi ulama dan penuntut ilmu ittiba’ dalil. Kewajiban orang awam adalah bertanya kepada ulama mazhab siapapun tanpa harus terikat dengan ulama tertentu. Ia tidak wajib mengikuti mazhab tertentu dalam segala persoalan dan secara terus menerus, namun boleh berpindah dari satu mazhab ke mazhab lainnya sesuai dengan dalil.","PeriodicalId":415658,"journal":{"name":"Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial","volume":"275 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-07-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22373/dusturiah.v7i2.3256","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan mazhab Fiqh dalam Islam dan hukum bermazhab. Banyak persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman persoalan mazhab seperti sikap taqlid, fanatisme mazhab dan pendapat mewajibkan suatu mazhab tertentu. Akibatnya, timbul perpecahan dalam ummat Islam hanya gara-gara berbeda mazhab. Lebih ekstrim lagi, hanya karena berbeda dengan mazhabnya atau doktrin ulamanya, maka al-Quran dan Haditspun ditolak. Istilah “mazhab” tidak dikenal pada masa para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Mazhab-mazhab muncul setelah masa ketiga generasi awal tersebut yaitu pada abad kedua Hijriah. Masa ini dikenal dengan periode imam-imam mujtahid. Namun, para imam tidak mewajibkan mazhab mereka untuk diikuti. Bahkan mereka memerintahkan para murid dan pengikut mazhabnya untuk mengikuti dalil. Istilah “mazhab” menjadi semakin populer pada pertengahan abad ke empat, karena para ulama pengikut mazhab (muqallidin) mengfokuskan diri dalam mengembangkan dan menyebarkan mazhab imamnya masing-masing. Mereka meninggalkan ijtihad dan bertaqlid kepada imam-imam mazhab empat. Menurut mereka, pintu ijtihad telah tertutup. Maka mereka mewajibkan taqlid kepada imam atau mazhab tertentu dan tidak boleh berbeda darinya. Sejak masa inilah pemikiran dan keilmuan umat Islam mengalami kemunduran. Kondisi ini mendapatkan kritikan tajam dari para ulama besar seperti Imam Addabusi Al-Hanafi, Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H), Imam Ibnu Abdi al-Bar (wafat 463 H), al-Hafizh Ibnu al-Jauzi (wafat 597), Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H), Imam Abu Syamah (wafat 665 H), Imam Nawawi (wafat 676), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H), Imam Ibnu al-Qayyim (wafat 751 H), Imam asy-Syatibi (wafat 790 H), Imam Sayuthi (wafat 911) dan para tokoh ulama lainnya. Mereka mengecam taqlid para ulama dan menyerukan mereka untuk berijtihad. Tulisan ini menyimpulkan bahwa mazhab adalah pendapat para ulama mujtahidin yang tidak ma’shum. Mazhab merupakan madrasah dalam belajar syariat. Mazhab bukan syariat yang mutlak kebenarannya dan wajib diikuti. Mengikuti syariat (al-Quran dan as-Sunnah) hukumnya wajib. Adapun mazhab tidak wajib. Taqlid terhadap imam atau mazhab tertentu haram bagi seorang mujtahid. Kewajiban bagi ulama dan penuntut ilmu ittiba’ dalil. Kewajiban orang awam adalah bertanya kepada ulama mazhab siapapun tanpa harus terikat dengan ulama tertentu. Ia tidak wajib mengikuti mazhab tertentu dalam segala persoalan dan secara terus menerus, namun boleh berpindah dari satu mazhab ke mazhab lainnya sesuai dengan dalil.
本文旨在解释Fiqh在伊斯兰教和法律界的立场。很多ketidakpahaman学派问题所造成的问题,如taqlid态度,狂热的学派和意见要求特定的学派。其结果是,乌姆马特伊斯兰教内部的分裂仅仅是由不同的流派造成的。更极端的是,仅仅因为与他的马萨或圣训不同,《古兰经》和圣训就被拒绝了。这个词a€œmazhaba€不明飞机时代的朋友们,tabia€™放进去,把tabia€™tabia€™进来。马萨哈布出现在三代人之后,也就是公元二世纪的希吉里。这一时期以祭司mujtahid时期。然而,祭司不要求学派他们被跟踪。他们甚至吩咐门徒和追随者mazhabnya跟随定理。术语a€œmazhaba€到四世纪中叶,变得越来越受欢迎,因为学者学派的追随者(muqallidin)祭司在发展和传播学派自己的焦点他们把ijtihad留给了4个祭司。根据他们的说法,ijtihad已经关门。于是他们要求向祭司taqlid或某些学派,他不能不同。从那时起,穆斯林的思想和科学就开始衰落。这种情况从这样的大学者尖锐批评Addabusi祭司Al-Hanafi ibn Hazm祭司(456 H)去世,伊本·阿卜迪al-Bar祭司(463 H)去世,al-Hafizh ibn al-Jauzi(597)去世,祭司a€˜Izzuddin bin Abdissalam 660 H)去世,伊玛目阿布·沙玛(665 H)去世,Nawawi祭司(719)去世以来,伊斯兰Syaikhul ibn Taimiyyah 728 H),祭司ibn al-Qayyim去世(751 H)去世,祭司asy-Syatibi 790 H)去世,Sayuthi祭司(911)和其他学者人物去世。他们谴责塔克里德学者,要求他们投降。本文得出结论,学派是mujtahidin学者的意见不maa€™shum。马萨布是一所学院的宗教学校。马萨布不是一个绝对诚实和值得效仿的公司。根据《可兰经》和《埃及法典》的规定,他的法律是强制性的。至于mazhab,它不是强制性的。塔立德对付神父或穆斯林是不合法的。学者最重要的责任和控方ittibaa科学€™定理。一个外行的职责是询问任何一个学者,而不需要依附于某个学者。他没有义务在所有问题上和持续地遵循某个学派,但他可以根据基本原则从一个学派转移到另一个学派。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信