{"title":"Tinjauan Yuridis Penggunaan Digital Evidence Sebagai Alat Bukti dalam Tindak Pidana Terorisme di Polrestabes Makassar","authors":"Erwin Gunawan, Bariek Ramdhani P","doi":"10.24252/aldev.v4i3.19138","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list. Bagaimana pengaturan alata bukti berupa digital evidence dalam hukum pidana dan apakah dapat digunakan dalam penyelesaian perkara terorisme?. Dalam menjawab permsalahan ini peneliti menggunakan metode penelitian hukum normatif adalah penelitian berdasarkan asas-asas dan teori. serta menggunakan analisis Normative Kualitative yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitiandengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti. \nHasil dari penelitian ini yaitu Bahwa pengataturan alat bukti berupa Digital Evidance secara sah telah di perjelas di dalam BAB III tentang Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik dalam Pasal 5, Pasal 6, dan melalui penegasan kembali di dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat bukti elektronik ini sangat dibutuhkan dalam Sistem Peradilan Pidana guna untuk menjatuhkan putusan bagi terdakwa yang di sidangkan dalam kasus kejahatan Teknologi dengan menjadikan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di dalam persidangan peradilan pidana. Dan juga pengaturan alat bukti elektronik di dalam UU ITE tersebut di atas, merupakan perluasan dari alat bukti yang sudah di atur dalam KUHAP Pasal 184. Serta peran digital forensic dalam melakukan pengolahan alat bukti merupakan suatu langkah yang diperlukan dalam hal alat bukti elektronik akan dipergunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. Keberadaan alat bukti elektonik ini secara praktek telah dilaksanakan dan diakui eksistensinya dalam penegakan hukum di Indonesia.","PeriodicalId":202916,"journal":{"name":"Alauddin Law Development Journal","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Alauddin Law Development Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24252/aldev.v4i3.19138","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list. Bagaimana pengaturan alata bukti berupa digital evidence dalam hukum pidana dan apakah dapat digunakan dalam penyelesaian perkara terorisme?. Dalam menjawab permsalahan ini peneliti menggunakan metode penelitian hukum normatif adalah penelitian berdasarkan asas-asas dan teori. serta menggunakan analisis Normative Kualitative yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitiandengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti.
Hasil dari penelitian ini yaitu Bahwa pengataturan alat bukti berupa Digital Evidance secara sah telah di perjelas di dalam BAB III tentang Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik dalam Pasal 5, Pasal 6, dan melalui penegasan kembali di dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat bukti elektronik ini sangat dibutuhkan dalam Sistem Peradilan Pidana guna untuk menjatuhkan putusan bagi terdakwa yang di sidangkan dalam kasus kejahatan Teknologi dengan menjadikan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di dalam persidangan peradilan pidana. Dan juga pengaturan alat bukti elektronik di dalam UU ITE tersebut di atas, merupakan perluasan dari alat bukti yang sudah di atur dalam KUHAP Pasal 184. Serta peran digital forensic dalam melakukan pengolahan alat bukti merupakan suatu langkah yang diperlukan dalam hal alat bukti elektronik akan dipergunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. Keberadaan alat bukti elektonik ini secara praktek telah dilaksanakan dan diakui eksistensinya dalam penegakan hukum di Indonesia.