{"title":"Sehu: Dalang Wayang Potehi (布袋戲) di Jawa","authors":"Hirwan Kuardhani","doi":"10.24821/WAYANG.V2I1.2996","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Potehi is a hand-glove puppetry theatre art form, brought by the Chinese emigrant from Fujian in the sixteenth century. It used to be performed in their vessels (Jung-Jung) when they were docked. The Hokkian dialect was used at that time. As more Chinese immigrants settled down in Indonesia, they carried along the Potehi art in Java. Along the way, Potehi ceased to be performed in Hokkien dialect. Instead, it was Melayu Pasar or Melayu rendah (now Indonesian Language) being used, which was indeed the lingua franca among the Chinese community then. Nevertheless songs and poetry were still in Hokkian. Sehu called dalang Potehi. Was originally sehu as Hokkian true, a long the way sehu as Pranakan’s Tionghoa an than in this time sehu from etnic Java. The acculturation with the local society resulted in a very unique Potehi which was different from its original version. Potehi merupakan pertunjukan sarung tangan, yang dibawa para emigran China dari Fujian sekitar abad enam belas. Potehi biasanya dipertunjukkan di Jung-jung atau kapal-kapal mereka ketika sedang mendarat. Mereka menggunakan bahasa Hokkian dalam pertunjukannya. Ketika orang-orang Tionghoa menetap di Indonesia mereka membawa serta kesenian Potehi di Jawa. Pada perkembangannya pementasan Potehi tidak lagi menggunakan bahasa Hokkian melainkan menggunakan bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah (sekarang bahasa Indonesia), bahasa yang sekaligus menjadi bahasa pengantar kaum Tionghoa saat itu. Walaupun untuk lagu dan syair masih memakai bahasa Hokkian. Sehu merupakan sebutan bagi dalang wayang Potehi. Awalnya sehu adalah orang Hokkian asli, pada perkembangannya adalah orang-orang Peranakan, dan saat ini sehu dari etnis Jawa. Proses akulturasi dengan penduduk setempat membuat pertunjukan Potehi menjadi unik dan berbeda dengan negeri asalnya.","PeriodicalId":133263,"journal":{"name":"Wayang Nusantara: Journal of Puppetry","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Wayang Nusantara: Journal of Puppetry","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24821/WAYANG.V2I1.2996","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Potehi is a hand-glove puppetry theatre art form, brought by the Chinese emigrant from Fujian in the sixteenth century. It used to be performed in their vessels (Jung-Jung) when they were docked. The Hokkian dialect was used at that time. As more Chinese immigrants settled down in Indonesia, they carried along the Potehi art in Java. Along the way, Potehi ceased to be performed in Hokkien dialect. Instead, it was Melayu Pasar or Melayu rendah (now Indonesian Language) being used, which was indeed the lingua franca among the Chinese community then. Nevertheless songs and poetry were still in Hokkian. Sehu called dalang Potehi. Was originally sehu as Hokkian true, a long the way sehu as Pranakan’s Tionghoa an than in this time sehu from etnic Java. The acculturation with the local society resulted in a very unique Potehi which was different from its original version. Potehi merupakan pertunjukan sarung tangan, yang dibawa para emigran China dari Fujian sekitar abad enam belas. Potehi biasanya dipertunjukkan di Jung-jung atau kapal-kapal mereka ketika sedang mendarat. Mereka menggunakan bahasa Hokkian dalam pertunjukannya. Ketika orang-orang Tionghoa menetap di Indonesia mereka membawa serta kesenian Potehi di Jawa. Pada perkembangannya pementasan Potehi tidak lagi menggunakan bahasa Hokkian melainkan menggunakan bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah (sekarang bahasa Indonesia), bahasa yang sekaligus menjadi bahasa pengantar kaum Tionghoa saat itu. Walaupun untuk lagu dan syair masih memakai bahasa Hokkian. Sehu merupakan sebutan bagi dalang wayang Potehi. Awalnya sehu adalah orang Hokkian asli, pada perkembangannya adalah orang-orang Peranakan, dan saat ini sehu dari etnis Jawa. Proses akulturasi dengan penduduk setempat membuat pertunjukan Potehi menjadi unik dan berbeda dengan negeri asalnya.
Potehi是一种手套木偶戏剧艺术形式,由16世纪福建的中国移民带来。过去是在停靠的船只(Jung-Jung)上表演的。当时使用的是闽南话。随着越来越多的中国移民在印度尼西亚定居下来,他们将爪哇的Potehi艺术发扬光大。一路上,Potehi不再用闽南话表演。相反,使用的是马来语或马来语(现在的印尼语),这确实是当时华人社区的通用语。然而,歌曲和诗歌仍然是闽南语。Sehu叫大浪Potehi。原来sehu是闽南语的真言,很久以前sehu是Pranakan的中华语,而此时的sehu来自爪哇族。与当地社会的文化适应导致了一个非常独特的Potehi,不同于它的原始版本。Potehi merupakan pertunjukan sarung tangan, yang dibawa para移民中国,福建sekitar abad enam belas。Potehi biasanya dipertunjukkan di Jung-jung atau kapal-kapal mereka ketika semang mendarat。Mereka menggunakan bahasa Hokkian dalam pertunjukannya。Ketika orange - orangangtionghoa menetap di Indonesia mereka membawa serta kesenian Potehi di java。马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)马来语(马来语)Walaupun untuk lagu dan syair masih memakai bahasa hokkenian。Sehu merupakan sebutan bagi dalang wayang Potehi。Awalnya sehu adalah orang闽南语,pada perkembangannya adalah orangang土生华人语,dan saat ini sehu dari etnis爪哇语。在此基础上,我们提出了一种新的方法,使我们的文化更有内涵,更有内涵。