{"title":"Penca Existence among the Sundanese","authors":"Agusmanon Yuniadi, N. H. Lubis, M. M. Zakaria","doi":"10.2121/MP.V3I2.1035","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRACT: “Maenpo” is one of the pillars of culture so as to be one of the elements forming the character society in Cianjur, West Java, besides “ngaos” and “mamaos”. “Maenpo” is one of a stream of traditional martial arts that prefer the flavor, rather than physical violence. The flavors here means toying his opponents with the power of its moves, so that the opponents became frustrated. In this article will explain how the process of “maenpo” development since the Netherlands colonial rule until the Republic of Indonesia. For answers to that question, in the article used the method of history that consists of four steps, namely: heuristics, critique, interpretation, and historiography. The results of this study show that at the beginning of its development, “maenpo” grown in limited circumstances, namely the circle up (noblemen) of Sunda and Islamic boarding school. The “menak” (noblemen) of Cianjur mastered the “maenpo” not to be champions, but rather as one way of sharpening the ability it feels in understanding their relationship with God and his social environment. Also in the Islamic boarding schools’ environment, “maenpo”'s training as a means of developing the control of lust. Nevertheless, the development of “maenpo” relatively faster in the Islamic boarding schools environment compared to among the “menak” of Sunda in West Java, Indonesia.KEY WORD: Maenpo; Cianjur Regency; Sundanese Noblemen; Islamic boarding school; Cultivate a Sense. ABSTRAKSI: “Keberadaan Penca di Antara Orang Sunda”. “Maenpo” merupakan salah satu pilar budaya sehingga menjadi salah satu unsur pembentuk karakter masyarakat di Cianjur, Jawa Barat, selain “ngaos” dan “mamaos”. “Maenpo” merupakan salah satu aliran seni bela diri tradisional yang lebih mengutamakan rasa, bukan kekerasan fisik. Rasa di sini berarti mempermainkan lawan dengan kekuatan jurus-jurusnya, sehingga lawan menjadi frustasi. Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana proses perkembangan “maenpo” sejak masa penjajahan Belanda hingga masa Republik Indonesia. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan, dalam artikel ini digunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil kajian ini menujukan bahwa pada awal perkembangannya, “maenpo” tumbuh di lingkungan terbatas, yakni kalangan “menak” dan pesantren. Para “menak” Cianjur menguasai “maenpo” bukan untuk menjadi jawara, melainkan sebagai salah satu cara mengasah kemampuan rasa dalam memahami hubungan mereka dengan Tuhan dan lingkungan sosialnya. Juga di lingkungan pesantren, “maenpo” berkembang sebagai sarana pelatihan pengendalian hawa nafsu. Meskipun demikian, perkembangan “maenpo” relatif lebih cepat di lingkungan pesantren dibandingkan dengan di kalangan “menak” Sunda di Jawa Barat, Indonesia.KATA KUNCI: Maenpo; Kabupaten Cianjur; Menak Sunda; Pesantren; Mengolah Rasa. About the Authors: Agusmanon Yuniadi is a Student of Doctoral Program at the Graduate School of Humanities Studies UNPAD (Padjadjaran University) Bandung, West Java, Indonesia. Prof. Dr. Nina Herlina Lubis and Dr. Mumuh Muhsin Zakaria are the Lecturers at the Department of History and Philology, Faculty of Humanities UNPAD Bandung. Authors correspondence: agusmanon@unpad.ac.id Suggested Citation: Yuniadi, Agusmanon, Nina Herlina Lubis Mumuh Muhsin Zakaria. (2018). “Penca Existence among the Sundanese” in MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September, pp.103-112. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online). Article Timeline: Accepted (July 3, 2018); Revised (August 17, 2018); and Published (September 30, 2018).","PeriodicalId":125564,"journal":{"name":"MIMBAR PENDIDIKAN","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-11-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"MIMBAR PENDIDIKAN","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.2121/MP.V3I2.1035","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
ABSTRACT: “Maenpo” is one of the pillars of culture so as to be one of the elements forming the character society in Cianjur, West Java, besides “ngaos” and “mamaos”. “Maenpo” is one of a stream of traditional martial arts that prefer the flavor, rather than physical violence. The flavors here means toying his opponents with the power of its moves, so that the opponents became frustrated. In this article will explain how the process of “maenpo” development since the Netherlands colonial rule until the Republic of Indonesia. For answers to that question, in the article used the method of history that consists of four steps, namely: heuristics, critique, interpretation, and historiography. The results of this study show that at the beginning of its development, “maenpo” grown in limited circumstances, namely the circle up (noblemen) of Sunda and Islamic boarding school. The “menak” (noblemen) of Cianjur mastered the “maenpo” not to be champions, but rather as one way of sharpening the ability it feels in understanding their relationship with God and his social environment. Also in the Islamic boarding schools’ environment, “maenpo”'s training as a means of developing the control of lust. Nevertheless, the development of “maenpo” relatively faster in the Islamic boarding schools environment compared to among the “menak” of Sunda in West Java, Indonesia.KEY WORD: Maenpo; Cianjur Regency; Sundanese Noblemen; Islamic boarding school; Cultivate a Sense. ABSTRAKSI: “Keberadaan Penca di Antara Orang Sunda”. “Maenpo” merupakan salah satu pilar budaya sehingga menjadi salah satu unsur pembentuk karakter masyarakat di Cianjur, Jawa Barat, selain “ngaos” dan “mamaos”. “Maenpo” merupakan salah satu aliran seni bela diri tradisional yang lebih mengutamakan rasa, bukan kekerasan fisik. Rasa di sini berarti mempermainkan lawan dengan kekuatan jurus-jurusnya, sehingga lawan menjadi frustasi. Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana proses perkembangan “maenpo” sejak masa penjajahan Belanda hingga masa Republik Indonesia. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan, dalam artikel ini digunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil kajian ini menujukan bahwa pada awal perkembangannya, “maenpo” tumbuh di lingkungan terbatas, yakni kalangan “menak” dan pesantren. Para “menak” Cianjur menguasai “maenpo” bukan untuk menjadi jawara, melainkan sebagai salah satu cara mengasah kemampuan rasa dalam memahami hubungan mereka dengan Tuhan dan lingkungan sosialnya. Juga di lingkungan pesantren, “maenpo” berkembang sebagai sarana pelatihan pengendalian hawa nafsu. Meskipun demikian, perkembangan “maenpo” relatif lebih cepat di lingkungan pesantren dibandingkan dengan di kalangan “menak” Sunda di Jawa Barat, Indonesia.KATA KUNCI: Maenpo; Kabupaten Cianjur; Menak Sunda; Pesantren; Mengolah Rasa. About the Authors: Agusmanon Yuniadi is a Student of Doctoral Program at the Graduate School of Humanities Studies UNPAD (Padjadjaran University) Bandung, West Java, Indonesia. Prof. Dr. Nina Herlina Lubis and Dr. Mumuh Muhsin Zakaria are the Lecturers at the Department of History and Philology, Faculty of Humanities UNPAD Bandung. Authors correspondence: agusmanon@unpad.ac.id Suggested Citation: Yuniadi, Agusmanon, Nina Herlina Lubis Mumuh Muhsin Zakaria. (2018). “Penca Existence among the Sundanese” in MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September, pp.103-112. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online). Article Timeline: Accepted (July 3, 2018); Revised (August 17, 2018); and Published (September 30, 2018).
摘要:“门婆”是西爪哇仙珠尔地区文化的支柱之一,是形成西爪哇仙珠尔地区文字社会的要素之一。“门坡”是一种传统武术,它更喜欢味道,而不是身体暴力。这里的味道意味着玩弄对手的动作力量,让对手感到沮丧。在这篇文章中,将解释“maenpo”的发展过程如何从荷兰殖民统治到印度尼西亚共和国。为了回答这个问题,本文采用了由四个步骤组成的历史方法,即:启发式,批判,解释和历史编纂。研究结果表明,在其发展之初,“门婆”是在有限的环境中成长起来的,即巽他和伊斯兰寄宿学校的圈子(贵族)。Cianjur的“menak”(贵族)掌握“maenpo”不是为了成为冠军,而是作为一种锐化能力的方式,在理解他们与上帝和他的社会环境的关系。同样在伊斯兰寄宿学校的环境中,“男婆”的训练作为一种发展控制欲望的手段。然而,与印尼西爪哇巽他的“menak”相比,“maenpo”在伊斯兰寄宿学校环境中的发展相对较快。关键词:门坡;展摄政;巽他语贵族;伊斯兰寄宿学校;培养一种感觉。摘要:“Keberadaan Penca di Antara Orang Sunda”。“Maenpo”merupakan salah satu pilar budaya menjadi salah satu unsur pembentuk karakter masyarakat di Cianjur, java Barat, selain“ngaos”和“mamaos”。" Maenpo " merupakan salah satu aliran seni bela diri traditional yang lebih mengutamakan rasa, bukan kekerasan fisik。Rasa di sini berarti成员,kan lawan dengan kekuatan jurus-jurusnya, sehinga lawan menjadi frustasi。Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana提议perkembangan“maenpo”sejak masa penjajahan Belanda hinga masa共和国印度尼西亚。Untuk memperoleh jawaban atas pertanaan, dalam artikel ini digunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yitu:启发式,批判,解释,和史学。Hasil kajian ini menujukan bahwa pada awal perkembangannya,“maenpo”tumbuh di lingkungan terbatas, yakni kalangan“menak”dan pesantren。Para " menak " Cianjur menguasai " maenpo " bukan untuk menjadi jawara, melainkan sebagai salah satu cara mengasah kemampuan rasa dalam mebungan mereka dengan Tuhan dan lingkungan social。Juga di lingkungan pesantren, " maenpo " berkembang sebagai sarana pelatihan pengendalian hawa nafsu。Meskipun demikian, perkembangan“maenpo”相对于lebih cepat di lingkungan pesantren dibandingkan dengan di kalangan“menak”Sunda di javabarat,印度尼西亚。KATA KUNCI:门坡;县展;Menak巽他;经学院;Mengolah拉莎。作者简介:Agusmanon Yuniadi是印度尼西亚西爪哇省万隆市帕德贾兰大学人文科学研究生院的博士生。Nina Herlina Lubis教授博士和Mumuh Muhsin Zakaria博士是万隆联合国发展基金会人文学院历史和语言学系的讲师。作者通信:agusmanon@unpad.ac.id建议引用:Yuniadi, Agusmanon, Nina Herlina Lubis Mumuh Muhsin Zakaria。(2018)。“巽他人的潘卡存在”:《印尼期刊》第3卷第2期,9月,第103-112页。印度尼西亚万隆:UPI[印度尼西亚教育大学]出版社,ISSN 2527-3868(印刷)和2503-457X(在线)。文章时间:录用(2018年7月3日);修订(2018年8月17日);并发布(2018年9月30日)。