{"title":"Konservasi Coelogyne pandurata Lindh. di Kalimantan Tengah: Karakter Morfologi, Propagasi In Vitro, dan Pelestarian Berbasis Komunitas Lokal","authors":"Tri Suwarni Wahyudiningsih, Y. Jagau, N. Ravenska","doi":"10.36813/JPLB.2.2.125-139","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"C. pandurata merupakan anggrek endemik, termasuk Appendiks I menurut CITES, dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kebakaran hutan, konversi lahan, eksploitasi tidak terkendali, periode berbunga sangat pendek, dan sulit disilangkan menjadi faktor penyebab yang membuat populasi C pandurata terancam punah sehingga perlu dilakukan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan karakter morfologi C. pandurata dari Muara Teweh dan Tewah, propagasi secara in vitro, serta pelestarian berbasis komunitas masyarakat lokal. Bunga asal Tewah memiliki ciri-ciri seperti warna lidah lebih hitam, bulu halus dan ornamen lebih jelas, panjang dan lebar pada bulbus dan daun asal Tewah lebih besar. Eksplan serbuk biji ditanam pada medium perlakuan: I. MS (kontrol), II. MS + 3 mg/l BAP (Benzyl Amino Purine), III. MS + 3 mg/l BAP + Pisang, IV. MS + 3 mg/l BAP + air kelapa, dan V. MS + 3 mg/l BAP + tomat. Pada 10 HST (Hari Setelah Tanam) terjadi perubahan warna biji kuning menjadi hijau. Pro-meristem mengalami diferensiasi menjadi kutub calon akar pada suspensor dan kutub calon tunas. Protocorm tumbuh pada 21 HST. Seedling tumbuh pada 8 MST (Minggu Setelah Tanam) pada perlakuan I, II, dan IV. Pada perlakuan III seedling dengan tunas 0,5 cm terlihat pada 9 MST. Pada perlakuan V seedling tumbuh pada 11 MST dengan perawakan sehat dan kuat. Komunitas masyarakat lokal dan hutan adat menjadi prioritas awal pembinaan dan pemberdayaan melalui kegiatan pengenalan anggrek, teknik budi daya, pemahaman konservasi serta penanaman ke habitat, sehingga konservasi in-situ dapat berjalan secara berkesinambungan.","PeriodicalId":228419,"journal":{"name":"Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (Journal of Environmental Sustainability Management)","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-10-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (Journal of Environmental Sustainability Management)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36813/JPLB.2.2.125-139","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
C. pandurata merupakan anggrek endemik, termasuk Appendiks I menurut CITES, dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kebakaran hutan, konversi lahan, eksploitasi tidak terkendali, periode berbunga sangat pendek, dan sulit disilangkan menjadi faktor penyebab yang membuat populasi C pandurata terancam punah sehingga perlu dilakukan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan karakter morfologi C. pandurata dari Muara Teweh dan Tewah, propagasi secara in vitro, serta pelestarian berbasis komunitas masyarakat lokal. Bunga asal Tewah memiliki ciri-ciri seperti warna lidah lebih hitam, bulu halus dan ornamen lebih jelas, panjang dan lebar pada bulbus dan daun asal Tewah lebih besar. Eksplan serbuk biji ditanam pada medium perlakuan: I. MS (kontrol), II. MS + 3 mg/l BAP (Benzyl Amino Purine), III. MS + 3 mg/l BAP + Pisang, IV. MS + 3 mg/l BAP + air kelapa, dan V. MS + 3 mg/l BAP + tomat. Pada 10 HST (Hari Setelah Tanam) terjadi perubahan warna biji kuning menjadi hijau. Pro-meristem mengalami diferensiasi menjadi kutub calon akar pada suspensor dan kutub calon tunas. Protocorm tumbuh pada 21 HST. Seedling tumbuh pada 8 MST (Minggu Setelah Tanam) pada perlakuan I, II, dan IV. Pada perlakuan III seedling dengan tunas 0,5 cm terlihat pada 9 MST. Pada perlakuan V seedling tumbuh pada 11 MST dengan perawakan sehat dan kuat. Komunitas masyarakat lokal dan hutan adat menjadi prioritas awal pembinaan dan pemberdayaan melalui kegiatan pengenalan anggrek, teknik budi daya, pemahaman konservasi serta penanaman ke habitat, sehingga konservasi in-situ dapat berjalan secara berkesinambungan.