{"title":"Fenomena Flexing di Media Sosial dalam Aspek Hukum Pidana","authors":"Jawade Hafidz Arsyad","doi":"10.54066/jci.v2i1.158","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Flexing merupakan salah satu fenomena yang terjadi di media sosial, berupa tindakan memamerkan kekayaan. Tujuan flexing adalah untuk memperoleh pengakuan kemampuan finansial atau status. Akan tetapi, flexing juga dapat dijadikan sarana atau modus untuk melakukan suatu tindak pidana, seperti pada kasus aplikasi binary option Binomo dan Quotex. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena flexing dalam media sosial dapat berujung pada penindakan hukum (dalam hal ini hukum pidana), bilamana disalahgunakan sebagai sarana atau modus dalam melakukan tindak pidana, seperti pada kasus aplikasi binary option Binomo dan Quotex. Flexing sebagai modus tindak pidana penipuan dilakukan untuk menjerat followers atau konsumen dengan umpan menggunakan kekayaan. Flexing yang dilakukan secara sengaja sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana halnya pada kasus Binomo dan binary option lainnya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Tidak hanya tindak pidana penipuan investasi, tetapi juga penyebaran berita bohong (hoax) serta tindak pidana pencucian uang. Pelaku dapat dijerat pasal berlapis, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 45 ayat (2) jo. Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, serta Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Flexing pada dasarnya bukanlah merupakan suatu tindak pidana, selama hal itu dilakukan tidak dengan cara yang melanggar hukum dan merugikan orang lain. Dalam hukum Islam sendiri, flexing atau pamer adalah sikap riya’ (sombong), yang merupakan perbuatan syirik kecil dan berdosa besar, dan neraka menjadi tempat orang-orang yang sombong.","PeriodicalId":114910,"journal":{"name":"Jurnal Cakrawala Informasi","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Cakrawala Informasi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.54066/jci.v2i1.158","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Abstract
Flexing merupakan salah satu fenomena yang terjadi di media sosial, berupa tindakan memamerkan kekayaan. Tujuan flexing adalah untuk memperoleh pengakuan kemampuan finansial atau status. Akan tetapi, flexing juga dapat dijadikan sarana atau modus untuk melakukan suatu tindak pidana, seperti pada kasus aplikasi binary option Binomo dan Quotex. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena flexing dalam media sosial dapat berujung pada penindakan hukum (dalam hal ini hukum pidana), bilamana disalahgunakan sebagai sarana atau modus dalam melakukan tindak pidana, seperti pada kasus aplikasi binary option Binomo dan Quotex. Flexing sebagai modus tindak pidana penipuan dilakukan untuk menjerat followers atau konsumen dengan umpan menggunakan kekayaan. Flexing yang dilakukan secara sengaja sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana halnya pada kasus Binomo dan binary option lainnya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Tidak hanya tindak pidana penipuan investasi, tetapi juga penyebaran berita bohong (hoax) serta tindak pidana pencucian uang. Pelaku dapat dijerat pasal berlapis, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 45 ayat (2) jo. Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, serta Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Flexing pada dasarnya bukanlah merupakan suatu tindak pidana, selama hal itu dilakukan tidak dengan cara yang melanggar hukum dan merugikan orang lain. Dalam hukum Islam sendiri, flexing atau pamer adalah sikap riya’ (sombong), yang merupakan perbuatan syirik kecil dan berdosa besar, dan neraka menjadi tempat orang-orang yang sombong.