{"title":"Studi Komparatif Pendapat Imam Syafi’i Dan Imam Maliki Tentang Mahar Hutang Yang Belum Dibayar Karena Suami Meninggal Dunia","authors":"Kasnan","doi":"10.57113/jaz.v3i2.284","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam masalah mahar ternyata masih terjadi perbedaan pandangan dari beberapa Imam Madzab yaitu imam maliki dan imam syafi’I khususnya dalam hal pemberian mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat imam syafi’I dan imam maliki tentang mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia, dan bagaimana perbandingan mahar hutang yang belum dibayar karna suami meninggal dunia menurut imam syafi’I dan imam maliki. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kualitatif studi kepustakaan (Library Research) Dengan pendekatan deskriptif analisis melalui karya imam syafii berupa kitab al-Umm dan karya imam malik berupa kitab yang berhubungan dengan judul di atas ya’ni dengan menggambarkan pendapat Imam Syafi’I dan imam maliki tentang mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia, dan data sekunder yaitu literatur-literatur yang relevan dengan pembahasan judul di atas. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan komparatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut Imam Syafi’i, mahar utang yang belum dibayar tetap menjadi kewajiban suami kepada seorang istri meskipun suami meninggal dunia baik belum maupun sudah terjadi hubungan suami istri serta belum ditentukan maharnya. Pihak yang mewakili untuk membayar mahar kepada istri dalam hal ini adalah ahli waris dari suami itu sendiri.sedangkan Imam Maliki berpendapat adalah pihak suami ( walinya) hanya harus membayar mut’ah dan memberikan bagian warisan kepada istri.dan dari hasil kedua pendapat tersebut penulis berpendapat bahwa istri lebih baik memaafkan mahar hutang suami tersebut karna hukum dari memaafkan mahar hutang suami tersebut dibolehkan. \n ","PeriodicalId":300574,"journal":{"name":"JURNAL AZ-ZAWAJIR","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JURNAL AZ-ZAWAJIR","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.57113/jaz.v3i2.284","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Dalam masalah mahar ternyata masih terjadi perbedaan pandangan dari beberapa Imam Madzab yaitu imam maliki dan imam syafi’I khususnya dalam hal pemberian mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat imam syafi’I dan imam maliki tentang mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia, dan bagaimana perbandingan mahar hutang yang belum dibayar karna suami meninggal dunia menurut imam syafi’I dan imam maliki. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kualitatif studi kepustakaan (Library Research) Dengan pendekatan deskriptif analisis melalui karya imam syafii berupa kitab al-Umm dan karya imam malik berupa kitab yang berhubungan dengan judul di atas ya’ni dengan menggambarkan pendapat Imam Syafi’I dan imam maliki tentang mahar utang yang belum dibayar karena suami meninggal dunia, dan data sekunder yaitu literatur-literatur yang relevan dengan pembahasan judul di atas. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan komparatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut Imam Syafi’i, mahar utang yang belum dibayar tetap menjadi kewajiban suami kepada seorang istri meskipun suami meninggal dunia baik belum maupun sudah terjadi hubungan suami istri serta belum ditentukan maharnya. Pihak yang mewakili untuk membayar mahar kepada istri dalam hal ini adalah ahli waris dari suami itu sendiri.sedangkan Imam Maliki berpendapat adalah pihak suami ( walinya) hanya harus membayar mut’ah dan memberikan bagian warisan kepada istri.dan dari hasil kedua pendapat tersebut penulis berpendapat bahwa istri lebih baik memaafkan mahar hutang suami tersebut karna hukum dari memaafkan mahar hutang suami tersebut dibolehkan.