{"title":"Dissolution of Islamic Community Organizations (Ormas) in the Context of a State of Law and a Democratic State","authors":"Suteki Suteki, Abdullaah Jalil","doi":"10.21580/walrev.2021.3.2.10848","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi prosedural yang diterapkan. Demokrasi tidak dipraktikkan secara substansial, dalam iklim demokrasi perbedaan aspirasi adalah keniscayaan. Pembubaran ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah, dan berpotensi menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Dampak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan membangun relasi sinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah. ","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Walisongo Law Review (Walrev)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21580/walrev.2021.3.2.10848","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi prosedural yang diterapkan. Demokrasi tidak dipraktikkan secara substansial, dalam iklim demokrasi perbedaan aspirasi adalah keniscayaan. Pembubaran ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah, dan berpotensi menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Dampak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan membangun relasi sinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah.
一个国家的社区组织(Ormas)是一个国家存在民主的证据。根据1945年宪法第1条第2款和第3款,印度尼西亚是一个宪政国家,也是一个民主国家。在印度尼西亚,群众组织的存在得到承认和保护,这是国家承认每个公民享有结社和集会自由权利的一部分。提交人认为,在没有法庭程序的情况下解散民间社会组织违反了印度尼西亚所采用的法治概念,也阉割了一个民主国家的结社、集会和表达意见的权利。本研究采用社会法律研究方法,辅以描述性分析研究方法。使用的数据来源是访谈形式的原始数据。本研究使用的主要法律资料是《奥玛斯法》;以及关于禁止使用符号和属性的活动和终止FPI活动的SKB。研究结果表明,解散群众组织是出于政治和意识形态的动机,即伊斯兰组织与政府之间的政治态度和愿望不同。群众性组织的解体是应用程序民主的结果。民主没有得到实质性的实行,在民主的气氛中,愿望的不同是必要的。群众性组织的解散会对宗教与国家、信教群众与政府之间的不和谐关系产生影响,并有可能造成社会两极分化。伊斯兰教组织解散的直接影响是宗教与国家、宗教信徒与政府之间难以建立协同关系。[]“组织”(Ormas)的“组织”(suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara。印度尼西亚adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1月2日3月1945年。keberadan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼印尼人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长。Penelitian ini menggunakan pendekatan社会-法律,邓干方法Penelitian书桌分析。Sumber数据yang digunakan adalah数据primer yang berupa hasil wawancara。Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas;丹SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan象征丹Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI。Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarakangan政治意识形态,yakni perbedaan pandangan政治意识形态,andaspirasasan ormas islamisdengan peremintah。Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi程序yang diterapkan。民主是民主的实质,民主是民主的实质,民主是民主的实质。彭布巴兰ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan permerintah, danberpotensi menmenbulkan polarisasi di tengah masyarakat。当pak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan成员,ungun relassinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan peremintah。